MasterV, Jakarta – Sebuah keputusan penting telah dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), yang memerintahkan pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk memberikan pendidikan dasar gratis di seluruh satuan pendidikan SD, SMP, serta madrasah atau lembaga sederajat, tanpa memandang status sekolah, baik negeri maupun swasta.
Landasan dari putusan ini adalah penilaian MK bahwa penggratisan biaya pendidikan yang hanya berlaku bagi sekolah negeri akan menciptakan jurang pemisah dalam akses pendidikan, terutama bagi siswa yang memilih atau terpaksa bersekolah di sekolah swasta.
MK menegaskan bahwa frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya" yang tertuang dalam Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), selama ini telah menimbulkan berbagai interpretasi dan perlakuan diskriminatif, sehingga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945.
Hakim Konstitusi, Enny Nurbaningsih, menjelaskan bahwa dalam situasi tertentu, beberapa peserta didik tidak memiliki pilihan lain selain bersekolah di sekolah swasta karena keterbatasan kapasitas yang dimiliki oleh sekolah negeri.
Dalam kondisi seperti ini, menurut pandangan MK, negara tetap memikul kewajiban konstitusional untuk memastikan bahwa tidak ada peserta didik yang terhalang dalam memperoleh pendidikan dasar hanya karena masalah ekonomi atau keterbatasan fasilitas pendidikan dasar.
Pada hakikatnya, konstitusi tidak memberikan batasan spesifik mengenai jenis pendidikan dasar yang wajib didanai oleh negara. Pasal 31 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 secara tegas mewajibkan negara untuk membiayai pendidikan dasar, dengan tujuan agar setiap warga negara dapat menunaikan kewajibannya dalam mengikuti pendidikan dasar.
"Dalam konteks ini, norma Pasal 31 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 harus dipahami sebagai pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah (negeri) maupun oleh masyarakat (swasta)," tegas Enny, seperti dikutip dari Antara.
Menurut pandangan MK, apabila frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya" hanya diartikan berlaku untuk sekolah negeri, maka negara secara tidak langsung mengabaikan fakta bahwa keterbatasan daya tampung sekolah negeri telah memaksa banyak anak untuk menempuh pendidikan di sekolah swasta dengan konsekuensi biaya yang lebih tinggi.
Situasi semacam itu dinilai oleh MK sebagai suatu pelanggaran terhadap kewajiban negara dalam menjamin pendidikan dasar yang gratis bagi seluruh warga negara. Oleh karena itu, negara berkewajiban untuk mewujudkan kebijakan pembiayaan pendidikan dasar, baik di sekolah negeri maupun swasta, melalui mekanisme bantuan pendidikan atau subsidi yang tepat sasaran.
Namun demikian, MK juga menyadari bahwa tidak semua sekolah swasta di Indonesia yang menyelenggarakan pendidikan dasar dapat dikategorikan secara seragam. Hal ini dikarenakan beberapa sekolah swasta menawarkan kurikulum tambahan di luar kurikulum nasional, yang menjadi daya tarik utama sekolah tersebut.
Faktor kurikulum tambahan ini seringkali menjadi pendorong motivasi peserta didik dalam mengikuti pendidikan dasar. Warga negara yang memilih pendidikan dasar di sekolah swasta dengan kurikulum tambahan tersebut biasanya telah mempertimbangkan konsekuensi biaya yang lebih tinggi sejak awal.
Dalam konteks ini, peserta didik secara sadar memahami implikasi biaya yang lebih besar ketika memutuskan untuk bersekolah di sekolah swasta tersebut.
Oleh karena itu, MK mengimbau negara untuk memprioritaskan alokasi anggaran pendidikan untuk penyelenggaraan pendidikan dasar, termasuk di sekolah swasta, dengan mempertimbangkan kebutuhan spesifik dari masing-masing sekolah swasta tersebut.
Enny menambahkan bahwa bantuan pendidikan bagi peserta didik yang bersekolah di sekolah swasta hanya dapat diberikan kepada sekolah swasta yang memenuhi persyaratan atau kriteria tertentu yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa sekolah swasta yang menerima bantuan pendidikan dikelola secara profesional dan bertanggung jawab.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, MK dalam amar putusannya melakukan perubahan terhadap norma frasa Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas menjadi:
"Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat."
Permohonan uji materi ini diajukan oleh sebuah lembaga masyarakat sipil yang bernama Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia, serta tiga orang ibu rumah tangga, yaitu Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum.