JAKARTA, MasterV – Baru-baru ini, sebuah riset di Amerika Serikat (AS) menunjukkan adanya penurunan minat yang cukup besar dari masyarakat AS untuk membeli mobil listrik.
Terlihat bahwa warga AS belum sepenuhnya siap untuk beralih menggunakan kendaraan listrik berbasis baterai atau battery electric vehicle (BEV).
Terdapat sejumlah faktor penyebab, di mana tiga alasan utama adalah mahalnya biaya perbaikan baterai (62 persen), harga mobil listrik yang masih relatif tinggi (59 persen), serta kurang idealnya mobil listrik untuk perjalanan jauh (57 persen).
MasterV/GILANG SATRIA Chery mulai serahkan Chery Tiggo 8 CSH ke konsumen
Di sisi lain, ketertarikan masyarakat Eropa terhadap mobil listrik juga menunjukkan tren penurunan.
Hal ini tercermin dari merosotnya pangsa pasar dan volume penjualan mobil listrik di beberapa negara.
Penurunan ini dipicu oleh berbagai hal, seperti penghapusan subsidi pemerintah, harga mobil listrik yang masih tergolong mahal, serta upaya perlindungan terhadap produk dalam negeri dari dominasi mobil listrik buatan China.
Secara global, pertumbuhan kendaraan listrik saat ini masih didorong oleh pasar China, yang berperan sebagai pusat produksi utama bagi banyak pabrikan EV dunia.
Foto: Geely Geely Auto Indonesia resmi menjalin kerja sama strategis dengan Voltron, penyedia jaringan stasiun pengisian daya (charging station) kendaraan listrik di Indonesia.
Maka, apakah melambatnya penjualan mobil listrik di negara-negara maju ini dapat dianggap sebagai sebuah fenomena global?
Lalu, apakah kondisi tersebut akan berdampak pada pasar mobil listrik di Indonesia sehingga ikut melambat?
Yannes Martinus Pasaribu, seorang pengamat otomotif sekaligus dosen di Institut Teknologi Bandung (ITB), berpendapat bahwa Indonesia justru memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin pasar kendaraan listrik di kawasan Asia Tenggara.
"Penjualan EV secara global meningkat dengan pesat, dari 10 juta unit pada tahun 2022 menjadi 17 juta unit pada tahun 2024, dan diproyeksikan akan mencapai 20 juta unit pada tahun 2025," jelas Yannes kepada MasterV, Minggu (8/6/2025).
HMMI ITB merasakan pengalaman berkendara di dalam Hyundai Ioniq 5 N produksi HMMI.
Menurut Yannes, laju pertumbuhan global tersebut memang sangat dipengaruhi oleh perkembangan di pasar China.
Namun, sementara pasar Eropa dan Amerika Serikat mulai menunjukkan tanda-tanda stagnasi, Indonesia justru mengalami pertumbuhan yang positif.
"Sebaliknya, Indonesia memperlihatkan tren yang sangat berbeda. Penjualan EV melonjak tajam dari 15.000 unit pada tahun 2022 menjadi lebih dari 43.000 unit pada tahun 2024, dengan proyeksi mencapai 60.000 unit pada tahun 2025," ungkapnya.
Hyundai All-new Kona Electric
Data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) semakin memperkuat pernyataan tersebut.
Pada tahun 2022, angka penjualan mobil listrik di Indonesia tercatat sebanyak 10.327 unit, kemudian meningkat menjadi 17.051 unit pada tahun 2023.
Lonjakan yang signifikan terjadi pada tahun 2024, dengan total penjualan mencapai 43.188 unit.
Foto: MasterV/Adityo Wisnu Prabowo Neta V-II
Sementara itu, pada periode Januari hingga April 2025, volume penjualan mobil listrik telah melampaui angka 23.952 unit.
Pertumbuhan pesat ini, menurut Yannes, didukung oleh sejumlah faktor, seperti kebijakan fiskal dan insentif dari pemerintah, serta kehadiran produsen China yang menawarkan EV dengan harga yang lebih terjangkau. "Produsen China saat ini bersaing secara langsung dari sisi harga dengan mobil-mobil ICE konvensional, khususnya produk Jepang yang teknologinya sudah tertinggal dan minim fitur," imbuhnya.
Yannes berpendapat bahwa dukungan regulasi yang konsisten, pengembangan industri baterai yang terarah, serta ketersediaan model kendaraan listrik yang sesuai dengan kebutuhan lokal menjadi faktor kunci keberhasilan Indonesia dalam memasuki fase akselerasi kendaraan listrik. "Indonesia tidak mengikuti tren stagnasi global, melainkan baru saja memasuki fase akselerasi," tegasnya.
Bahkan, jika seluruh proses realisasi roadmap kendaraan listrik yang telah disusun oleh pemerintah berjalan sesuai rencana, Indonesia dinilai memiliki peluang besar untuk memimpin pasar kendaraan listrik di kawasan ini. "Apabila semua proses realisasi roadmap berjalan sesuai jalurnya, Indonesia berpotensi menjadi calon pemimpin pasar EV di kawasan Asia Tenggara," tutup Yannes.