Nadiem Sebut Jamdatun Kawal Proses Pengadaan Laptop Chromebook, Begini Respons Kejagung

Admin

23/06/2025

6
Min Read

On This Post

MasterV, Jakarta Kejaksaan Agung (Kejagung) menanggapi pernyataan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim terkait pelaksanaan program 1,1 juta laptop Chromebook yang dikawal oleh Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejaksaan Agung (Kejagung).

Hal itu terkait dengan pengusutan kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek Tahun 2019-2023.

"Bahwa terkait dengan pelibatan dari JPN (Jaksa Pengacara Negara) dalam pengadaan Chromebook, bahwa sesungguhnya di dalam rekomendasi yang diberikan oleh jajaran Jaksa Pengacara Negara adalah supaya pengadaan Chromebook ini dilaksanakan sesuai dengan mekanisme peraturan perundang-undangan," tutur Harli di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (10/6/2025).

"Jadi hal itu bisa kita pertanggungjawabkan secara hukum, karena memang para JPN berbicara dalam kaitan ini secara normatif hukum. Bahwa itu dilaksanakan atau tidak dilaksanakan, itu sangat tergantung kepada lembaga yang meminta, yang memohon," sambungnya.

Harli mengatakan, pendampingan Jamdatun Kejagung yang dimaksud adalah memberikan pendapat hukum terkait dengan program pengadaan laptop. JPN pun menyatakan agar dalam pelaksanaannya harus dilakukan melalui mekanisme hukum yang benar.

"Nah, sejak awal kan kita sudah sampaikan, bahwa terkait dengan kasus posisi pengadaan Chromebook ini dari tim teknis di awal merekomendasikan supaya ini lebih kepada pemanfaatan sistem Windows. Tetapi ini diubah menjadi pengadaannya dengan sistem Chromebook," jelas dia.

Jajaran Jamdatun Kejagung pun menilai agar proses pengadaan laptop dilakukan melalui mekanisme hukum yang benar, yakni dengan melakukan perbandingan antara berbagai produk.

"Bahwa dilaksanakan atau tidak, inilah yang tentunya bagian dari penyidikan ini. Tetapi harus dipahami bahwa posisi kami sebagai Jaksa Pengacara Negara, tentu dengan merekomendasikan, menyatakan supaya pengadaan Chromebook ini dilakukan secara benar berdasarkan peraturan perundang-undangan," ungkapnya.

Nadiem sendiri sempat menyinggung bahwa uji coba pengadaan laptop yang dianggap tidak tepat terjadi pada periode menteri sebelumnya. Sementara saat masa jabatannya, kajian pengadaan 1,1 juta laptop Chromebook berjalan mengikuti rekomendasi BPKP dan Jamdatun Kejagung.

Terkait hal itu, Harli menyatakan proses penyidikan masih berjalan.

"Iya, itu yang kita sampaikan bahwa semua hal itu juga akan menjadi bagian dari penyidikan ini. Yang mau kami sampaikan juga bahwa kami menghormati, menghargai setiap pendapat apa pun," kata Harli.

Harli berharap tidak terjadi polemik atas temuan bukti dan keterangan saksi yang menjadi dasar penilaian penyidik, dalam proses penanganan kasus dugaan korupsi Chromebook Kemendikbudristek.

"Jadi, saya kira sampai sejauh ini kami tidak pernah berkomentar soal berbagai pandangan-pandangan di luar, soal pendapat-pendapat yang diberikan di luar. Tapi kami tentu fokus, penyidik fokus pada fakta-fakta yang diperoleh dalam proses penyidikan ini. Jadi harus ke situ ya," ujar Harli.

"Bahwa kita sudah melakukan penggeledahan, penyitaan, lalu di sana ada dokumen-dokumen, ada informasi-informasi dalam barang bukti elektronik, itu yang dipelajari, itu yang akan dipertanyakan kepada berbagai pihak. Bahwa ada pandangan-pandangan lain kami menghormati," Harli menandaskan.

Sebelumnya, mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menyatakan, pelaksanaan program 1,1 juta laptop Chromebook di periodenya menjabat dikawal oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejagung.

Hal itu menyusul pengusutan kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek Tahun 2019-2023.

"Ini mungkin poin yang sangat penting mengenai proses daripada pengadaan. Seperti yang saya bilang, asas transparansi dan asas meminimalisir konflik kepentingan menjadi prioritas utama dalam proses pengadaan ini," tutur Nadiem Makarim di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (10/6/2025).

Nadiem menyatakan, kewenangan untuk menentukan harga dan penyedia vendor tidak ada di Kemendikbudristek. Sebab itu, proses pengadaannya tidak melalui penunjukan langsung atau tender, melainkan e-katalog LKPP.

"Sehingga konflik kepentingan itu diminimalisir. Di luar itu, kami memastikan bahwa ada pendampingan dari berbagai macam instansi. Pak Hotman tadi sudah menyebut mengenai BPKP dan melakukan audit dalam proses ini," jelas mantan Mendikbudristek.

"Kami dari awal proses mengundang Jamdatun, mengundang Kejaksaan untuk mengawal dan mendampingi proses ini, agar proses ini terjadi secara aman. Dan semua peraturan telah terpenuhi," sambungnya.

Kemendikbudristek juga melakukan konsultasi dengan KPPU untuk memastikan tidak ada unsur monopoli dalam proses pengadaan laptop Chromebook tersebut.

"Jadi, sudah berbagai macam jalur yang ditempuh untuk memastikan bahwa pengadaan sebesar ini yang memang selalu kami mengetahui dari awal, pasti ada risikonya, dikawal dengan berbagai instansi," ungkapnya.

Nadiem pun mengaku terkejut saat mengetahui adanya pengusutan kasus dugaan korupsi Chromebook itu.

"Dan itu yang sekarang saya melihat semua dari ke belakang. Saya ingin masyarakat mengerti bahwa seluruh proses asas transparansi dan meminimalisir konflik kepentingan sudah dilaksanakan," kata dia.

Kuasa hukum Nadiem, Hotman Paris menambahkan, bahwa pada 24 Juni 2020 pihak Jamdatun Kejagung mengeluarkan surat pendampingan hukum untuk proses pengadaan laptop Chromebook tersebut.

"Kemudian juga APBU juga dilibatkan, dan kemudian diperiksa oleh BPKB. Semuanya tidak ada pelanggaran," ujar Hotman.

Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mengusut kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan digitalisasi pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Tahun 2019-2023. Anggaran yang digelontorkan pemerintah sendiri mencapai hampir Rp10 triliun.

"Bahwa benar jajaran Jampidsus ya melalui penyidik pada tanggal 20 Mei 2025 dengan Surat Perintah Penyidikan Nomor 38 dan seterusnya tanggal 20 Mei 2025 telah meningkatkan status penanganan perkara," tutur Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (26/5/2025).

"Meningkatkan status penanganan perkara dari penyelidikan ke penyidikan dalam dugaan tindak pidana korupsi pada Kemendikbudristek dalam pengadaan digitalisasi pendidikan tahun 2019-2023," sambungnya.

Harli mengurai posisi kasus, bahwa terjadi dugaan adanya persekongkolan atau permufakatan jahat dari berbagai pihak, dengan cara mengarahkan tim teknis agar membuat kajian terkait pengadaan pengadaan peralatan TIK untuk ranah teknologi pendidikan.

"Nah supaya apa? Supaya diarahkan pada penggunaan laptop yang berbasis pada operating system Chrome, apa namanya itu? Chromebook, berbasis Chromebook. Padahal itu dilakukan bukan menjadi kebutuhan pada saat itu," jelas dia.

Menurut Harli, pada 2019 lalu sebenarnya telah dilakukan uji coba terhadap penerapan 1.000 unit Chromebook untuk pengembangan digitalisasi pendidikan, namun nyatanya tidak efektif. Sementara, proyek pengadaannya malah tetap dilakukan kemudian.

"Kenapa tidak efektif? Karena kita tahu bahwa dia berbasis internet, sementara di Indonesia internetnya itu belum semua sama, bahkan ke daerah-daerah, sehingga diduga bahwa ada persekongkolan di situ. Karena di tahun-tahun sebelumnya sudah dilakukan uji coba karena sesungguhnya penggunaan Chromebook itu kurang tepat," ungkapnya.

Dari sisi anggaran, diketahui dana yang digelontorkan sebesar Rp9,9 triliun lebih hingga mendekati Rp10 triliun, yang terdiri dari Rp3,582 triliun untuk pendanaan di satuan pendidikan dan sekitar Rp6,399 triliun melalui Dana Alokasi Khusus alias DAK.

"Dan perlu juga saya sampaikan bahwa pada tanggal 21 Mei yang lalu, penyidik setelah menaikkan status penanganan perkara ke penyidikan, maka penyidik sudah melakukan upaya penggeledahan dan penyitaan," kata Harli.

Sejauh ini, sudah ada dua tempat yang menjadi sasaran penggeledahan, yakni di Apartemen Kuningan Place dan Apartemen Ciputra Wolrd 2. Penyidik pun menyita berbagai dokumen dan barang bukti elektronik di kediaman dua Stafsus Nadiem Makarim atas nama Fiona Handayani dan Juris Stan.

Sementara itu, kasus dugaan korupsi digitalisasi pendidikan Chromebook sendiri sempat ditangani oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Harli mengatakan, nantinya penyidik akan memilah bagaimana perkembangan penanganan perkara di instansi lainnya itu.

"Kalau misalnya yang sana itu ditangani sudah katakanlah sampai proses penuntutan atau persidangan, barangkali kan tinggal memilah saja mana yang sudah ditangani, mana yang belum. Tetapi kalau tidak, karena dari total anggaran ini sekitar Rp9,9 triliun ini kan, hampir Rp10 triliun ini, barangkali itu yang akan nanti didalami, dikaji, dilihat ke daerah mana saja," Harli menandaskan.