JAKARTA, MasterV – Kabar baik menghampiri dunia perdagangan! Proses negosiasi I-EU CEPA (Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement) atau Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa, akan segera memasuki babak final. Pemerintah Indonesia dan Uni Eropa saat ini tengah berupaya keras merampungkan tahapan-tahapan terakhir.
Perundingan I-EU CEPA ini dipandang krusial sebagai salah satu ikhtiar pemerintah dalam memperluas jangkauan pasar ekspor, memperkokoh fondasi industri dalam negeri, serta membuka lapangan kerja yang lebih luas melalui serangkaian perjanjian perdagangan yang strategis.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, proses perundingan yang telah berjalan selama kurang lebih 9 tahun, dengan 19 putaran utama, kini telah mencapai titik kulminasi.
Unsplash/Alexey Larionov Ilustrasi bendera Uni Eropa
Kedua belah pihak, Indonesia dan Uni Eropa, telah mencapai kata sepakat untuk menuntaskan sejumlah isu teknis yang masih menggantung.
Proses hukum terkait juga akan segera diselesaikan dalam waktu dekat. Selanjutnya, akan dilakukan proses ratifikasi yang membutuhkan persetujuan dari seluruh 27 negara anggota Uni Eropa.
"Pembicaraan ini sudah memasuki tahap akhir," ungkap beliau dalam konferensi pers mengenai perkembangan negosiasi Indonesia EU CEPA, seperti dikutip pada Senin (9/6/2025).
Hasil negosiasi I-EU CEPA ini siap untuk diumumkan secara resmi, dan dalam waktu dekat akan dilaporkan kepada Presiden Prabowo Subianto serta Presiden Komisi Eropa.
Lalu, apa saja poin-poin krusial yang menjadi sorotan utama dalam pertemuan antara Menko Airlangga dengan EU Commissioner for Trade and Economic Security, Maros Sefcovic, di Brussels, Belgia pada hari Jumat (6/6/2025)? Berikut adalah rangkumannya.
1. Penghapusan Tarif Bea Masuk
Airlangga menjelaskan bahwa salah satu keuntungan signifikan dari I-EU CEPA adalah penghapusan tarif impor secara besar-besaran.
PIXABAY/AWADPALESTINE China memiliki berbagai cara untuk membalas tarif tinggi yang diterapkan Amerika Serikat (AS), mulai dari kontrol utang hingga elemen langka.
Dalam kurun waktu satu hingga dua tahun setelah perjanjian ini diberlakukan, diperkirakan sekitar 80 persen ekspor Indonesia ke Uni Eropa akan menikmati fasilitas tarif bea masuk nol persen.
Dengan demikian, komoditas unggulan seperti produk padat karya (alas kaki, tekstil, dan garmen), minyak sawit, perikanan, serta sektor energi terbarukan dan kendaraan listrik, akan memperoleh perlakuan preferensial yang lebih menguntungkan.
"Indonesia telah menegaskan bahwa industri padat karya merupakan prioritas utama. Oleh karena itu, industri seperti alas kaki, tekstil, garmen, produk tekstil, serta produk perikanan, menjadi fokus perhatian kami untuk mendapatkan akses pasar yang seluas-luasnya," ujarnya.
2. Kesetaraan dalam Sektor Perikanan
Selanjutnya, dalam sektor perikanan, Indonesia mengupayakan agar fasilitas ekspor perikanan diberikan dengan perlakuan yang setara dengan negara-negara ASEAN lainnya, seperti Thailand dan Filipina.
Uni Eropa telah menyetujui pemberian *level playing field* (kesetaraan) khusus untuk produksi dan ekspor perikanan Indonesia dibandingkan dengan negara-negara di sekitarnya.
Menurut Airlangga, sejak dibukanya pasar Eropa, produk-produk ekspor Indonesia cenderung dikenakan tarif dan bea masuk yang relatif lebih tinggi dibandingkan negara ASEAN lainnya.
"Tentu saja, dengan penghapusan tarif, kita berharap volume barang yang dapat masuk ke Eropa akan meningkat secara signifikan," imbuhnya.
3. Uni Eropa Menjanjikan Kelonggaran Terkait Deforestasi
Selain itu, terkait dengan kebijakan deforestasi, EU Commissioner for Trade and Economic Security, Maros Sefcovic, berjanji akan memberikan perlakuan khusus kepada Indonesia.
Jika kebijakan ini benar-benar diterapkan, maka akan memberikan dampak positif bagi ekspor produk hasil hutan Indonesia ke Uni Eropa.
PIXABAY/JANNO NIVERGALL Ilustrasi manufaktur, industri manufaktur.
4. Isu yang Diangkat Uni Eropa
Sementara itu, dari pihak Uni Eropa, terdapat beberapa isu yang menjadi fokus perhatian, seperti tingkat komponen dalam negeri (TKDN), sektor otomotif, *critical mineral*, serta berbagai fasilitas yang dapat diperoleh dalam investasi.
5. RI Menargetkan Peningkatan Ekspor ke Uni Eropa
Sebagai informasi tambahan, Uni Eropa merupakan mitra dagang terbesar kelima bagi Indonesia, dengan total nilai perdagangan mencapai 30,1 miliar dollar AS pada tahun 2024.
Neraca perdagangan tetap mencatatkan surplus bagi Indonesia, bahkan meningkat signifikan dari 2,5 miliar dollar AS pada tahun 2023 menjadi 4,5 miliar dollar AS pada tahun 2024.
Oleh karena itu, negosiasi I-EU CEPA ini diharapkan dapat memperkuat posisi tawar Indonesia di panggung global.
Dengan terbukanya akses pasar dan penghapusan hambatan tarif, I-EU CEPA menjadi momentum krusial untuk meningkatkan daya saing nasional.
Airlangga optimis bahwa penyelesaian negosiasi I-EU CEPA akan mampu meningkatkan ekspor Indonesia ke Uni Eropa lebih dari 50 persen dalam kurun waktu tiga hingga empat tahun mendatang.
Selain itu, perjanjian ini juga membuka peluang investasi strategis dari Eropa ke Indonesia, seiring dengan meningkatnya kepercayaan terhadap sistem hukum dan kebijakan dalam negeri.
"Indonesia dan Uni Eropa memiliki semangat yang sama untuk memanfaatkan momentum situasi yang saat ini penuh ketidakpastian dan sulit diprediksi. Komoditas utama Indonesia dan Uni Eropa bersifat saling melengkapi, tidak saling bersaing secara langsung. Tentunya hal ini akan memperkuat *supply chain* atau rantai pasok pasar dunia, sehingga percepatan penyelesaian perjanjian ini menjadi sangat penting," pungkasnya.