Korlantas Polri berencana memulai sosialisasi terkait permasalahan kendaraan over dimension dan over load (ODOL) pada Juni 2025. Target yang ingin dicapai adalah nihil truk ODOL di jalan raya atau yang dikenal dengan istilah zero ODOL.
Menurut Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Soerjanto, realitas di lapangan menunjukkan bahwa pengemudi dan pemilik truk sebenarnya juga tidak menginginkan kondisi ini. Hal ini dikarenakan beberapa problem muncul akibat keberadaan truk ODOL.
"Selain risiko kerusakan truk yang lebih cepat dan potensi kecelakaan lalu lintas yang sangat tinggi, mereka pun berharap operasional dapat berjalan normal dengan biaya yang memadai. Para pengemudi truk seringkali menggambarkan betapa mengerikannya mengemudikan truk dengan dimensi dan muatan berlebih. Mereka mengibaratkan, mengerem pada hari Senin, baru akan berhenti di hari Sabtu," jelasnya dalam keterangan tertulis.
Oleh karena itu, Soerjanto menegaskan bahwa prioritas utama dalam penertiban truk dengan dimensi dan muatan berlebih adalah memberantas praktik premanisme dan pungutan liar. Hal ini menjadi beban berat bagi transporter (pengusaha angkutan barang) dan pengemudi.
"Biaya tak terduga ini bisa mencapai 15 hingga 35 persen dari total ongkos angkut, tergantung pada daerah dan jenis barang yang diangkut," ungkapnya.
Dengan demikian, program penertiban truk dengan dimensi dan muatan berlebih memerlukan pembahasan, pemikiran, dan persiapan yang komprehensif, serta kehati-hatian dan kematangan.
"Proses ini harus melibatkan seluruh elemen terkait, termasuk asosiasi pengusaha angkutan barang, asosiasi pengemudi truk, pemerintah, dan pemilik barang," tuturnya.
"Upaya ini juga harus didukung oleh pengalihan angkutan darat ke moda transportasi kereta api dan kapal. Saat ini, kami sedang menjajaki pengalihan angkutan minuman mineral di wilayah Sukabumi dari truk ke kereta api. Namun, secara ekonomi, hal ini tidaklah mudah dan memerlukan dukungan konsisten dari semua pihak," tambahnya.