Bahlil: Tambang Nikel Gag & Raja Ampat, Ini Faktanya!

Admin

17/06/2025

2
Min Read

On This Post

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, berusaha meluruskan informasi terkait aktivitas pertambangan PT Gag Nikel di Raja Ampat. Beliau menegaskan bahwa lokasi pertambangan tersebut tidak berada di destinasi wisata populer, Pulau Piaynemo. Menurut penuturan Bahlil, jarak antara area pertambangan dan pulau wisata itu berkisar antara 30 hingga 40 kilometer.

Pernyataan ini disampaikan Bahlil sebagai respons terhadap penghentian sementara operasional anak usaha PT Antam Tbk. Operasi itu disebut-sebut telah menimbulkan kerusakan ekosistem di Raja Ampat, yang kini menjadi salah satu ikon pariwisata kebanggaan Indonesia.

“Aktivitas pertambangan dilakukan di Pulau Gag, bukan di Piaynemo seperti yang diperlihatkan di beberapa Liputanku yang saya baca. Saya sering berada di Raja Ampat, dan jarak Pulau Piaynemo dengan Pulau Gag itu kurang lebih sekitar 30 km hingga 40 km,” terang Bahlil dalam keterangan resminya, dikutip pada hari Sabtu (7/6/2025).

Lebih lanjut, Bahlil menyampaikan bahwa pihaknya secara resmi akan menghentikan kegiatan produksi PT Gag Nikel di wilayah Raja Ampat. Tindakan ini akan dilakukan melalui kewenangan pengawasan, sesuai dengan prinsip-prinsip kaidah pertambangan yang baik (good mining practice).

Bahlil juga menekankan bahwa izin tambang anak usaha Antam tersebut telah diterbitkan jauh sebelum dirinya menjabat sebagai menteri. PT Gag Nikel, sebagai pemegang Kontrak Karya Generasi VII No. B53/Pres/I/1998, secara resmi berdiri pada tanggal 19 Januari 1998 setelah ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia.

“Pada awalnya, struktur kepemilikan saham perusahaan ini terdiri dari Asia Pacific Nickel Pty. Ltd. (APN Pty. Ltd) sebesar 75% dan PT Antam Tbk. sebesar 25%. Akan tetapi, sejak tahun 2008, PT Antam Tbk. berhasil mengakuisisi seluruh saham APN Pty. Ltd., sehingga kendali penuh PT GAG Nikel berada di tangan PT Antam Tbk.,” jelas Bahlil.

Oleh karena itu, Bahlil berpendapat bahwa verifikasi langsung ke lapangan sangat krusial untuk memahami kondisi riil terkait pemberitaan yang beredar luas di masyarakat.

“Saat izin usaha pertambangan diterbitkan, saya masih menjabat sebagai Ketua Umum HIPMI Indonesia, Ketua Umum BPP HIPMI, dan belum bergabung di Kabinet. Oleh karena itu, untuk memahami kondisi sebenarnya, kita perlu melakukan cross check ke lapangan guna memperoleh gambaran yang obyektif,” paparnya.