JAKARTA, MasterV – Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memperkirakan adanya potensi peningkatan defisit dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia pada tahun 2025. Kendati demikian, proyeksi ini menunjukkan bahwa peningkatan tersebut diyakini masih dalam koridor aman, selaras dengan regulasi yang ditetapkan oleh Undang-Undang Keuangan Negara.
Dalam laporan OECD Economic Outlook edisi Juni 2025, lembaga internasional terkemuka ini memprediksi bahwa defisit APBN Indonesia akan mengalami kenaikan, dari 2,3 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2024 menjadi 2,8 persen pada tahun 2025. Salah satu faktor yang memengaruhi kenaikan ini adalah alokasi anggaran untuk sejumlah program baru yang memiliki karakteristik sosial dan strategis.
Salah satu program yang mendapatkan sorotan utama adalah Program Makan Bergizi Gratis (MBG), dengan alokasi anggaran mencapai Rp 171 triliun pada tahun ini. Program ini didesain untuk meningkatkan status gizi anak sekolah serta ibu hamil, sebagai sebuah investasi jangka panjang yang signifikan dalam kesehatan dan produktivitas masyarakat secara keseluruhan.
Di samping itu, pemerintah juga telah meluncurkan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), yang memiliki tujuan untuk memperkuat posisi fiskal melalui mobilisasi dana yang ditujukan untuk proyek infrastruktur dan industri. Walaupun pemanfaatan dana dari BPI Danantara baru akan mencapai titik optimal pada tahun 2025, peluncuran badan ini mencerminkan komitmen yang kuat terhadap pembangunan berkelanjutan.
OECD juga memberikan catatan bahwa kebijakan diskon tarif listrik sebesar 50 persen yang diberlakukan pada Januari–Februari 2025 turut memberikan tekanan sementara terhadap kondisi fiskal. Meskipun demikian, pemerintah dinilai telah mengambil langkah-langkah antisipatif melalui upaya efisiensi belanja negara, yang mencapai sekitar 1,3 persen dari PDB.
Dengan demikian, terlepas dari adanya tekanan terhadap anggaran, defisit pada tahun ini diperkirakan akan tetap berada di bawah ambang batas 3 persen, sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
OECD juga memberikan rekomendasi mengenai percepatan penyaluran dana dari BPI Danantara, dengan tujuan untuk mengkatalisasi investasi swasta dan mempercepat pelaksanaan proyek-proyek strategis yang memiliki dampak signifikan pada perekonomian secara keseluruhan.
Ke depannya, permintaan domestik diprediksi akan mengalami peningkatan secara bertahap selama paruh kedua tahun 2025 hingga tahun 2026, seiring dengan kondisi keuangan yang semakin stabil dan inflasi yang terkendali.
Berkaitan dengan program MBG, OECD melihat bahwa program ini memiliki potensi yang besar untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat secara signifikan. Akan tetapi, dibutuhkan pengelolaan anggaran yang cermat dan penargetan yang tepat, agar program ini benar-benar dapat menyasar kelompok masyarakat yang paling membutuhkan.
“Penanganan masalah kekurangan gizi melalui program makanan gratis akan berkontribusi pada penguatan kesehatan masyarakat. Peningkatan penargetan kepada rumah tangga yang rentan akan memastikan penggunaan anggaran yang lebih efisien,” demikian pernyataan yang tertulis dalam laporan OECD.
Secara garis besar, OECD menilai bahwa arah kebijakan fiskal Indonesia saat ini masih berada pada jalur yang tepat, yang mampu menjaga keseimbangan yang baik antara belanja sosial dan stabilitas ekonomi.