JAKARTA, MasterV – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali memberikan sorotan terhadap isu jumlah bank di Indonesia yang dianggap terlalu banyak. Keadaan ini, ironisnya, justru menjadi tantangan tersendiri bagi bank-bank dalam upaya memperluas pangsa pasar mereka.
Pada Maret 2025, data mencatat ada 105 bank yang beroperasi di Indonesia. Angka ini hanya mengalami penurunan tipis, satu bank saja, dibandingkan tahun sebelumnya. Padahal, empat bank dengan skala terbesar telah berhasil menguasai 56 persen dari total aset perbankan secara nasional.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menegaskan bahwa skala bank menjadi faktor penentu dalam kompetisi, terutama di era perubahan teknologi yang berlangsung sangat pesat.
“Jika kita amati, terdapat bank-bank yang modalnya hanya mencapai ambang batas Rp3 triliun atau sedikit lebih, misalnya, maka sulit bagi mereka untuk bersaing,” ungkap Dian.
Menurutnya, bank dengan modal yang terbatas akan kesulitan untuk bersaing dengan kehadiran *superapps* dan perkembangan teknologi digital yang semakin pesat. Oleh karena itu, konsolidasi dapat menjadi opsi yang menarik, meskipun OJK tidak mewajibkannya.
Ia memberikan contoh keberhasilan Bank Syariah Indonesia (BSI), yang terbentuk melalui proses penggabungan tiga bank syariah milik badan usaha milik negara (BUMN). Saat ini, BSI telah berhasil masuk dalam jajaran 10 besar bank syariah di tingkat global.
“BSI saat ini memiliki potensi untuk menjadi sangat kompetitif, tidak hanya terhadap bank-bank syariah lainnya, tetapi juga terhadap bank-bank konvensional,” jelasnya.
Dian juga mengungkapkan bahwa minat investor asing untuk mengakuisisi bank lokal masih cukup tinggi. Akan tetapi, rencana tersebut belum dapat direalisasikan karena para investor masih berhati-hati dalam mencermati kondisi global yang dinamis.
“Saya sering menerima kunjungan dari sejumlah investor asing yang menunjukkan ketertarikan. Menurut saya, ini hanya masalah waktu saja, karena mereka juga mempertimbangkan situasi global,” ujarnya.
Pengamat perbankan, Amin Nurdin, memiliki pandangan yang sejalan dengan OJK. Ia berpendapat bahwa bank-bank dengan modal kecil semakin sulit untuk bersaing karena segmen korporasi, UMKM, dan ritel telah didominasi oleh bank-bank besar.
Menurut Amin, bank-bank kecil perlu membuka diri terhadap opsi konsolidasi. Pilihan yang dapat dipertimbangkan adalah melalui masuknya investor baru atau pembentukan Kelompok Usaha Bank (KUB) yang dipimpin oleh bank dengan skala yang lebih besar.
“Dengan masuknya investor baru, bank-bank kecil akan memiliki akses terhadap modal yang lebih besar, sehingga memungkinkan mereka untuk bersaing, terutama dalam hal teknologi,” kata Amin.
Ia menambahkan bahwa OJK perlu merumuskan aturan tambahan yang dapat mendorong bank-bank kecil untuk mengambil langkah konsolidasi. Misalnya, dengan menetapkan batasan baru terkait modal atau rasio kecukupan modal (*Capital Adequacy Ratio/CAR*).
“OJK juga dapat melakukan evaluasi terhadap masing-masing bank. Jika mereka tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan, maka dapat diberikan sanksi,” tegasnya.
Salah satu bank yang memiliki modal inti relatif kecil adalah PT Bank of India Indonesia Tbk (BOII). Per Maret 2025, modal inti bank ini tercatat sebesar Rp3,37 triliun.
Sekretaris perusahaan BOII, Laras, menjelaskan bahwa bank terus melakukan evaluasi terhadap struktur permodalan sebagai bagian dari manajemen risiko dan rencana pengembangan usaha.
“Namun demikian, hingga saat ini belum ada rencana spesifik terkait penambahan modal melalui masuknya investor strategis,” kata Laras.
Ia menjelaskan bahwa rasio CAR bank per Maret 2025 mencapai 84,66 persen, jauh melampaui batas minimum yang ditetapkan oleh regulator.
“Rasio ini mencerminkan posisi permodalan yang sangat kuat dan mencukupi untuk mendukung pertumbuhan bisnis serta pengelolaan risiko secara berkelanjutan,” pungkas Laras.
Artikel ini sebelumnya telah diterbitkan di Kontan dengan judul Jumlah Bank Terlalu Banyak, OJK Mendorong Konsolidasi Bank Kecil.