Ondel-Ondel Mengamen: Dilarang Lagi? Nasib Seni Betawi?

Admin

09/06/2025

3
Min Read

On This Post

JAKARTA, MasterV – Isu pelarangan ondel-ondel untuk mengamen kembali menjadi sorotan. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta berencana memasukkan larangan penggunaan ondel-ondel sebagai sarana mengamen ke dalam rancangan Peraturan Daerah (Perda) tentang Lembaga Adat Betawi yang saat ini tengah digodok.

Hal tersebut dikemukakan oleh Wakil Gubernur Jakarta, Rano Karno, seusai menghadiri Upacara Peringatan Hari Lahir Pancasila di Balai Kota Jakarta, pada Senin (2/6/2025).

"Kebetulan saat ini kami sedang menyusun sebuah Perda tentang Lembaga Adat Betawi. Dalam Perda ini, kami akan memasukkan ketentuan agar ondel-ondel ditampilkan di tempat yang selayaknya, itu intinya," jelasnya.

Ondel-ondel, sebagaimana diketahui, adalah seni tradisional Betawi yang kaya akan sejarah dan perlu dilestarikan.

Rano menyayangkan pemanfaatan ondel-ondel yang seringkali hanya sebatas menjadi hiburan keliling.

"Belakangan ini, kita melihat ondel-ondel hanya dianggap sebagai ornamen mainan, dan hal ini sangat memprihatinkan," tuturnya.

Sebelumnya, Gubernur Jakarta Pramono Anung juga telah menyampaikan pandangan serupa mengenai ondel-ondel.

Beliau mengharapkan agar pertunjukan seni khas Betawi ini tidak lagi digunakan untuk mengamen di jalanan.

“Saya termasuk yang sangat berharap agar, mohon maaf, ondel-ondel tidak dijadikan sarana mengamen. Namun, benar-benar dirawat dengan sebaik-baiknya,” ujar Pramono saat dijumpai di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, pada Rabu (28/5/2025).

Fenomena maraknya ondel-ondel yang mengamen di jalanan bukan sepenuhnya kesalahan individu, melainkan mencerminkan kurangnya perhatian dan fasilitas yang memadai.

"Sehingga nanti akan kita buat undang-undang, dan kita akan mengundang mereka ke berbagai acara di ibu kota, acara-acara yang jumlahnya sangat banyak,” kata Pramono.

Pada tahun 2021, Wakil Gubernur Jakarta sebelumnya, Ahmad Riza Patria, juga menyampaikan pendapat yang serupa.

Menurutnya, larangan penggunaan ondel-ondel sebagai media mengamen adalah wujud upaya menjaga kehormatan ondel-ondel sebagai ikon budaya Betawi di Jakarta.

"Kebijakan (melarang ondel-ondel sebagai sarana ngamen) ini diambil justru sebagai bentuk apresiasi dan penempatan ondel-ondel sebagai budaya luhur kita, budaya bangsa, termasuk budaya Betawi, di tempat yang semestinya," tegas Riza.

Ondel-ondel dianggap tidak pantas digunakan untuk mengamen atau bahkan mengemis.

Pemprov sedang berupaya mencari solusi agar para pengamen ondel-ondel tetap dapat menyalurkan bakat kesenian mereka tanpa merendahkan nilai budaya.

"Kami akan mencarikan wadah bagi mereka (pengamen ondel-ondel) yang selama ini mengamen. Dinas Kebudayaan telah merancang sebuah konsep yang baik," imbuhnya.

Sejarah dan Perjalanan Ondel-ondel Hingga Menjadi Sarana Mengamen

Dilansir dari Liputanku, budayawan Betawi, Ridwan Saidi, menjelaskan bahwa ondel-ondel lahir bersamaan dengan kehidupan para petani di wilayah pinggiran Kota Jakarta.

Keberadaannya sangat erat kaitannya dengan perkembangan pertanian modern dan sistem irigasi yang mulai mengaliri sawah-sawah di sekitar Jakarta.

Dahulu kala, saat musim panen tiba, masyarakat Betawi merayakannya dengan menampilkan ondel-ondel sebagai simbol suka cita.

"Sejak saat itu, orang menyambut panen dengan ondel-ondel. Ondel-ondel itu maknanya menakjubkan," ungkap Ridwan.

Seiring berjalannya waktu, fungsi ondel-ondel bergeser menjadi bagian dari hiburan rakyat dan pelengkap dalam berbagai perhelatan besar seperti pernikahan maupun ritual adat.

Namun, sejak tahun 1998, dua figur ikonik, pria dan wanita, dalam wujud ondel-ondel mulai dimanfaatkan untuk mengamen.

Menurut Ridwan, perubahan fungsi ini terjadi akibat krisis ekonomi yang menerpa Indonesia dan memicu era reformasi.

Banyak masyarakat yang kehilangan mata pencaharian dan mencari alternatif, salah satunya dengan menjadikan ondel-ondel sebagai sarana mencari nafkah di jalanan.

"(Sejak) Reformasi, dulu rakyat hidupnya berkecukupan, pasca reformasi keadaan menjadi sulit. Dahulu di zaman orde baru mencari uang relatif mudah. Akhirnya, mereka mencari jalan keluar (dengan mengamen), karena tidak memiliki alternatif lain," jelas Ridwan.

Ia pun berharap agar Pemerintah Provinsi Jakarta dapat mengambil kebijakan yang bijaksana dalam menangani permasalahan pengamen ondel-ondel.

Menurutnya, pelarangan secara total berpotensi memutus mata pencaharian sebagian seniman jalanan.

"Jika dilarang, bagaimana mereka memenuhi kebutuhan hidupnya? Mau membuat layangan juga tidak mungkin laku karena musim hujan terus," pungkas Ridwan.