Hapus ‘Orde Lama’, PDIP: Serahkan ke Ahli Sejarah!

Admin

09/06/2025

2
Min Read

On This Post

Liputanku, Jakarta – Djarot Saiful Hidayat, selaku Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), memilih untuk tidak memberikan tanggapan terkait wacana pemerintah, melalui Kementerian Kebudayaan (Kemenbud), untuk menghilangkan penyebutan orde lama dalam revisi penulisan sejarah Indonesia.

Liputanku, Jakarta – Djarot Saiful Hidayat, Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), enggan berkomentar mengenai rencana pemerintah, melalui Kementerian Kebudayaan (Kemenbud), yang akan menghapus istilah orde lama dalam penulisan ulang sejarah Indonesia.

Meskipun demikian, ia menekankan pentingnya pemerintah menyerahkan sepenuhnya persoalan ini kepada para ahli sejarah. Menurutnya, orde lama, orde baru, hingga reformasi yang muncul pasca krisis moneter 1998, semuanya adalah bagian integral dari catatan sejarah perjalanan Negara Republik Indonesia.

“Jika mengenai orde lama, orde baru, sebaiknya kita serahkan kepada para ahli sejarah. Era pemerintahan Bung Karno disebut orde lama, kemudian orde baru, dan sekarang reformasi. Selanjutnya orde apa lagi? Semuanya merupakan bagian dari sejarah, bukan?” ujar Djarot saat dijumpai di Sekolah Partai PDIP, Jakarta Selatan, pada hari Minggu (1/6/2025).

Seperti yang diketahui, pemerintah melalui Kementerian Kebudayaan sedang menyusun kembali sejarah Indonesia. Rencananya, penulisan ulang sejarah ini akan diluncurkan bertepatan dengan HUT ke-80 RI sebagai hadiah kemerdekaan.

Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan bahwa penulisan ulang sejarah Republik Indonesia akan menghilangkan istilah Orde Lama. Fadli menjelaskan bahwa pemerintahan Presiden Sukarno tidak pernah menggunakan sebutan Orde Lama untuk dirinya sendiri.

Djarot juga menyoroti polemik yang muncul terkait penulisan ulang sejarah tersebut. Ia meminta agar penulisan dilakukan dengan benar-benar berdasarkan fakta yang ada.

“Penulisan sejarah itu hendaknya benar-benar sesuai dengan fakta sejarah. Bukan ‘history’ yang ditulis oleh pihak yang menang, melainkan ‘story’ yang menceritakan perjuangan bangsa kita,” tegasnya.

Djarot mengingatkan agar tidak ada bagian sejarah yang ditutup-tutupi. Ia berpendapat bahwa penulisan sejarah harus dilakukan secara transparan.

“Jangan sampai sejarah itu disembunyikan atau diputarbalikkan. Kita harus memastikan bahwa penulisan sejarah dilakukan secara terbuka dan transparan,” tandasnya.

Sebelumnya, Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyampaikan bahwa proyek penulisan ulang sejarah ini ditargetkan rampung untuk memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-80 pada tanggal 17 Agustus 2025.

Proyek ini juga telah dianggarkan dengan total biaya sebesar Rp9 miliar dan telah disetujui dalam Rapat Kerja Kementerian Kebudayaan dengan Komisi X DPR RI.

Fadli Zon sendiri menyatakan bahwa urgensi dari proyek ini adalah untuk menghilangkan bias kolonial.

“Penulisan ulang sejarah bukan lagi sekadar opsi, melainkan suatu keharusan,” pungkas Fadli Zon.