JAKARTA, MasterV – Upaya penegakan hukum terus bergulir. Polda Metro Jaya saat ini masih aktif melakukan pengejaran terhadap AM (29), individu yang diduga kuat menjadi dalang utama dalam kasus pembobolan rekening yang mencatut nama baik PT Taspen (Persero).
Informasi terbaru mengungkap bahwa AM, yang kini berstatus sebagai buronan (DPO), terdeteksi berada di Kamboja. Selain itu, yang bersangkutan diketahui memiliki status sebagai mahasiswa sekaligus pekerja.
Diduga kuat, AM memegang peranan sentral sebagai otak di balik serangkaian aksi pembobolan rekening m-banking yang menyasar nasabah Taspen, terutama para pensiunan.
"AM adalah mastermind dari kejahatan siber ini. Data yang berhasil kami himpun menunjukkan bahwa aktivitas pelaku terpusat di luar negeri," tegas Kasubdit IV Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Herman Eco Tampubolon, dalam keterangan persnya pada Kamis (5/6/2025).
Berdasarkan hasil investigasi mendalam, diketahui bahwa AM memiliki hubungan pertemanan dengan dua tersangka yang telah berhasil diamankan sebelumnya, yaitu EC (28) dan IP (35). Keduanya memiliki peran yang berbeda namun saling terkait dalam jaringan kejahatan terorganisir ini.
"EC bertindak sebagai administrator yang melakukan registrasi akun WhatsApp, menerima kode OTP melalui SMS, dan selanjutnya meneruskan kode-kode tersebut kepada pelaku utama yang berlokasi di luar negeri," jelas Herman lebih lanjut.
Sementara itu, IP memiliki peran sebagai bendahara yang bertanggung jawab mengelola pengajuan serta melakukan pembayaran kompensasi (fee) kepada para pihak yang terlibat dalam aksi penipuan yang merugikan banyak orang ini.
"Sebelumnya, IP berprofesi sebagai penerjemah. Kini, ia berperan ganda sebagai administrator sekaligus penerjemah bagi pelaku utama, dengan berinteraksi dengan para pekerja scam yang berasal dari Indonesia dan beroperasi di Kamboja," imbuh Herman.
Peran krusial AM, yang saat ini keberadaannya masih di Kamboja, adalah melakukan perekrutan warga negara Indonesia (WNI) untuk dipekerjakan dalam jaringan kejahatan tersebut. Fakta ini semakin memperjelas skala dan kompleksitas operasi yang dijalankan.
"Modus operandi yang digunakan adalah dengan mencatut nama PT Taspen. Hampir seluruh korban, yang berjumlah sekitar 100 orang, adalah pensiunan pegawai negeri sipil dengan rentang usia di atas 60 tahun," papar Herman.
Para korban diiming-imingi dengan permintaan untuk memperbarui data diri dengan alasan agar dana pensiun mereka dapat segera dicairkan. Taktik ini terbukti efektif menjerat para korban.
"Pelaku berhasil meyakinkan korban untuk mengisi data perbankan pada formulir yang disebarkan melalui tautan APK. Data sensitif ini kemudian disalahgunakan untuk membobol rekening para korban," urai Herman.
Atas tindakan melawan hukum yang telah dilakukan, pelaku dijerat dengan Pasal 45A ayat 1 Jo Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 yang telah mengalami perubahan melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ancaman pidana penjara yang menanti adalah maksimal 6 tahun.
Tidak hanya itu, pelaku juga terancam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), dengan ancaman hukuman penjara hingga 20 tahun. Langkah ini menunjukkan keseriusan aparat dalam menindak kejahatan siber.