Kondisi industri otomotif saat ini sedang mengalami penurunan. Penjualan kendaraan bermotor mengalami penurunan yang signifikan akibat melemahnya kemampuan finansial masyarakat. Bahkan, beberapa pihak menyatakan bahwa situasinya sudah mencapai titik kritis.
Penjualan mobil sepanjang tahun 2025 masih belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang optimal. Data yang dihimpun oleh Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mengungkapkan bahwa angka penjualan mobil pada bulan Mei 2025 tercatat sejumlah 60.613 unit untuk penjualan *wholesales* (dari pabrik ke jaringan dealer) dan 61.339 unit untuk penjualan *retail sales* (dari dealer langsung ke konsumen).
Jika dibandingkan dengan performa penjualan pada bulan April 2025, memang terlihat adanya peningkatan sebesar 18,4 persen pada penjualan *wholesales* Mei 2025, yang sebelumnya hanya mencapai 51.205 unit. Demikian pula, penjualan *retail sales* mengalami kenaikan sebesar 7,6 persen dari 57.030 unit. Meskipun demikian, jika dibandingkan dengan data penjualan sebelum bulan April, capaian penjualan pada bulan Mei 2025 masih tergolong rendah.
Sebagai perbandingan, pada bulan Januari 2025, Gaikindo mencatat angka penjualan *wholesales* sebanyak 61.932 unit dan *retail sales* sebesar 64.029 unit. Kemudian, pada bulan Februari, angka *wholesales* meningkat menjadi 72.336 unit dan *retail sales* menjadi 69.872 unit. Selanjutnya, pada bulan Maret, *wholesales* mencapai 70.895 unit dan *retail sales* sebanyak 76.582 unit. Hal ini mengindikasikan bahwa penjualan mobil pada bulan Mei 2025 masih berada di bawah angka normal, yang biasanya berkisar antara 70 hingga 80 ribu unit per bulan.
Menurut Sekretaris Umum Gaikindo, Kukuh Kumara, daya beli masyarakat Indonesia saat ini memang sedang mengalami penurunan. Lebih lanjut, jutaan masyarakat kelas menengah di Indonesia mengalami penurunan status ekonomi.
Data dari BPS pada Oktober 2024 menunjukkan bahwa proporsi kelas menengah di Indonesia mengalami penurunan menjadi 17,13% dari total populasi. Secara keseluruhan, jumlah kelas menengah di Indonesia mencapai 46,85 juta jiwa. Angka ini menunjukkan penurunan sejak tahun 2019, di mana proporsi kelas menengah mencapai 21,45% atau sekitar 57,33 juta jiwa. Pada tahun 2021, terjadi penurunan lagi menjadi 19,82% atau sekitar 53,83 juta penduduk.
“Penurunan jumlah kelas menengah ini cukup signifikan,” ujar Kukuh.
“Jika dikaitkan dengan penjualan kendaraan bermotor, harga mobil mengalami kenaikan sekitar 7,5 persen per tahun. Sementara itu, potensi pendapatan kelas menengah sebagai pembeli kendaraan bermotor hanya naik sekitar 3 persen, sehingga kesenjangan antara harga dan kemampuan membeli semakin besar,” jelas Kukuh.
Hal ini mengindikasikan bahwa harga mobil yang terus meningkat setiap tahunnya semakin sulit dijangkau oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Terlebih lagi, menurut Kukuh, mayoritas masyarakat Indonesia lebih memilih mobil dengan harga di bawah Rp 400 juta.
“Dari data yang kami miliki, rata-rata pembeli kendaraan bermotor di Indonesia paling banyak membeli kendaraan dengan harga di kisaran Rp 300-400 jutaan. Kisaran ini mencakup sekitar 75 persen dari total pembeli kendaraan. Namun, dalam kondisi saat ini, daya beli masyarakat juga sedang menurun,” ungkap Kukuh.
Hal ini tercermin dari penjualan mobil di segmen *low cost green car* (LCGC), yang seharusnya menjadi mobil terjangkau di Indonesia. Penjualan LCGC, menurut Kukuh, juga mengalami penurunan.
“Ini menunjukkan bahwa kelompok masyarakat ini mengalami penurunan kemampuan ekonomi. Mereka tidak membeli mobil, padahal mobil-mobil ini tidak hanya digunakan untuk kepentingan pribadi, tetapi juga untuk kegiatan ekonomi seperti *ride-hailing*. Kelompok ini sangat terdampak, dan dampaknya langsung terasa pada penurunan penjualan,” jelas Kukuh.
“Inilah yang harus segera diatasi. Sebenarnya, dari sudut pandang industri, kita sudah berada dalam kondisi yang kritis dan tidak kita harapkan. Perlu ada langkah-langkah yang cepat dan tepat agar kondisi ini pulih dan terjadi peningkatan pembelian. Peningkatan pembelian ini akan menggerakkan roda perekonomian, dan jika ekonomi bergerak, daya beli masyarakat akan meningkat lagi,” paparnya.