MasterV, Jakarta – Aryo Djojohadikusumo, selaku CEO Arsari Group, dengan tegas menyatakan bahwa perusahaannya telah mencapai suatu kemajuan signifikan dalam perjalanan transisi energi, terutama dalam hal pemanfaatan sumber energi terbarukan dalam keseluruhan lini produksinya. Beliau menyampaikan bahwa PT Arsari Tambang terus memantapkan komitmennya terhadap prinsip-prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) melalui tindakan-tindakan nyata yang mengarah pada operasional pertambangan yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.
"Ketika kita membahas tentang net zero, tentunya kita tidak bisa mengabaikan isu penggunaan bahan bakar fosil. Saya dengan bangga mengumumkan bahwa smelter Arsari Tambang saat ini sepenuhnya disuplai oleh energi listrik yang berasal dari pembangkit energi terbarukan yang berlokasi di Pulau Sumatra, seperti energi panas bumi dari Sarula serta pembangkit hidro yang berada di Aceh dan Sumatera Utara," ungkap Aryo saat menghadiri Indonesia Critical Minerals Conference & Expo di Jakarta, seperti yang dikutip dari keterangan tertulis yang diterima pada hari Rabu (4/6/2025).
Aryo menambahkan, meskipun penggunaan energi terbarukan telah sepenuhnya diimplementasikan di fasilitas smelter, masih terdapat beberapa tantangan yang perlu diatasi, khususnya terkait konversi alat berat yang saat ini masih bergantung pada bahan bakar diesel. Meskipun demikian, beliau tetap optimis bahwa target net zero secara menyeluruh dapat dicapai dalam kurun waktu 5 hingga 10 tahun mendatang.
"Saat ini, perkiraan progres perusahaan dalam mencapai target tersebut telah mencapai kisaran 60–70%. Apakah kita merasa puas dengan pencapaian ini? Tentu saja tidak. Kita tidak boleh merasa cepat puas," tegasnya.
Aryo menjelaskan bahwa fokus perusahaan tidak hanya terbatas pada upaya pengurangan emisi karbon, tetapi juga mencakup pencapaian penting dalam rehabilitasi lingkungan. Proyek rehabilitasi daerah aliran sungai (DAS) di Krakas, Bangka Tengah, berhasil mencatatkan tingkat keberhasilan tertinggi dalam sejarah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dengan tingkat kelangsungan hidup pohon mencapai 91%.
"Kami tidak hanya sekadar menanam pohon. Kami secara selektif memilih pohon-pohon produktif, seperti jambu mete, cemara udang, dan kayu putih, dengan tujuan memberikan manfaat ekonomi secara langsung kepada masyarakat di sekitarnya," jelas Aryo.
Lebih lanjut, Aryo mendorong Arsari Tambang untuk menjadi pionir dalam upaya pemulihan ekosistem laut. Perusahaan ini tercatat sebagai produsen timah pertama di Indonesia yang secara aktif melakukan penanaman terumbu karang sebagai bagian dari reklamasi tambang laut, khususnya di wilayah Belinyu, Bangka Induk.
Di sektor pasar dan industri, perusahaan juga menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Dengan kapasitas produksi timah solder yang mencapai 2.000 ton per tahun, Arsari Tambang menargetkan omzet minimal sebesar Rp1 triliun. Selain memenuhi permintaan ekspor ke Tiongkok, pasar domestik juga mengalami pertumbuhan yang signifikan, terutama dari perusahaan-perusahaan elektronik yang berlokasi di Batam, seperti Schneider Electric dan Bolex.
"Hal yang membuat kami bangga adalah potensi pasar dalam negeri ternyata sangat besar. Bahkan, pabrik Apple saat ini sedang dalam proses penyelesaian fasilitas mereka yang berlokasi di sebelah pabrik kami di Batam. Hal ini semakin memperkuat ekosistem industri nasional," ungkap Aryo dengan optimis.
Aryo meyakini bahwa langkah progresif yang diambilnya menandai sebuah era baru dalam industri pertambangan nasional, di mana tujuan utama bukan hanya sekadar mengejar keuntungan semata, tetapi juga menempatkan keberlanjutan dan tanggung jawab sosial sebagai prioritas utama.
"Saya ingin menekankan bahwa mitra-mitra kami yang berasal dari Tiongkok dan negara lainnya hanya berperan sebagai pemegang saham minoritas. Kepemilikan mayoritas tetap berada di tangan putra-putri terbaik Indonesia," pungkasnya.