Center of Economic and Law Studies (CELIOS) baru-baru ini memaparkan bahwa sektor transportasi, pertambangan, serta penyediaan akomodasi menunjukkan angka tertinggi pekerja yang mengalami kelebihan jam kerja. Rata-rata, para pekerja di sektor-sektor ini bekerja hingga 48 jam setiap minggu.
Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Pasal 77 Ayat 2, telah ditetapkan aturan mengenai jam kerja, yaitu 40 jam per minggu. Pasal tersebut menjelaskan bahwa waktu kerja yang ideal adalah 7 jam sehari dan 40 jam seminggu untuk pola 6 hari kerja, atau 8 jam sehari dan 40 jam seminggu untuk pola 5 hari kerja.
“Sektor transportasi, pertambangan, dan penyediaan akomodasi mencatat persentase tertinggi pekerja overworked dengan rata-rata jam kerja mencapai 48 jam per minggu,” ungkap Peneliti CELIOS, Bara, pada hari Sabtu (31/5/2025).
Salah satu contoh yang disoroti oleh CELIOS terkait pekerja di sektor informal dengan jam kerja yang lebih panjang adalah pengemudi ojek online (ojol). Bara menjelaskan, secara umum, pengemudi ojek online bekerja selama kurang lebih 54 jam dalam seminggu.
“Rata-rata pengemudi ojol bekerja 54,4 jam per minggu, sementara pekerja lainnya rata-rata 41,5 jam per minggu. Kenyataan ini membuktikan bahwa pekerjaan sebagai pengemudi ojol rentan dan kurang mendapat perhatian serius dari pemerintah. Kami mendorong adanya pendataan tenaga kerja yang lebih akurat terkait gig economy, seiring dengan meningkatnya perpindahan korban PHK (pemutusan hubungan kerja) ke sektor pekerja informal,” tegas Bara.
Senada dengan temuan tersebut, CELIOS juga menyoroti bahwa data pengangguran yang selama ini dirilis oleh pemerintah belum sepenuhnya mencakup data pekerja di sektor informal. Peningkatan jumlah pekerja di sektor informal ini terutama terjadi setelah adanya gelombang PHK di sektor industri pengolahan.