Ratusan Ribu PMI Ilegal di Saudi & Malaysia!

Admin

09/06/2025

2
Min Read

On This Post

JAKARTA, MasterV – Diperkirakan, jumlah Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang memilih jalur keberangkatan non-prosedural mencapai angka yang signifikan, mencapai ratusan ribu, terutama di dua negara tujuan yang paling diminati, yaitu Malaysia dan Arab Saudi.

Pernyataan ini diungkapkan oleh Menteri Pemberdayaan dan Perlindungan Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, setelah mengunjungi seorang PMI dengan inisial SW di Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur, pada hari Minggu (1/6/2025).

Karding menjelaskan kepada para wartawan di lokasi, “PMI yang berangkat secara non-prosedural ini tidak tercatat secara resmi. Jumlahnya di Malaysia diperkirakan lebih dari ratusan ribu, dan di Arab Saudi pun demikian, melebihi ratusan ribu.”

Situasi ini menciptakan kendala yang cukup besar bagi pemerintah dalam upaya memberikan perlindungan serta penanganan yang efektif apabila PMI menghadapi permasalahan di negara tempat mereka bekerja.

Beliau juga mengemukakan informasi terkait penangguhan sementara penempatan PMI ke negara-negara tujuan seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.

Karding menyatakan, “Sehubungan dengan kebijakan penempatan PMI, pemerintah saat ini masih memberlakukan penangguhan pengiriman pekerja rumah tangga ke Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.”

Meskipun demikian, pengiriman PMI untuk sektor formal, atau yang berstatus sebagai pekerja terampil, tetap diizinkan untuk dilaksanakan.

Ia menambahkan, “Hingga saat ini, pengiriman pekerja rumah tangga ke Arab Saudi dan Uni Emirat Arab masih dalam status penangguhan, namun sektor formal tetap diperbolehkan.”

Mengenai potensi pembukaan kembali penempatan PMI ke Arab Saudi, pemerintah saat ini masih melakukan pertimbangan yang matang.

Pemerintah akan memberikan perhatian khusus terhadap aspirasi publik, masukan yang diberikan oleh DPR, serta memastikan bahwa kondisi penempatan benar-benar aman bagi para PMI.

Ia menegaskan, “Keselamatan dan kesejahteraan PMI merupakan prioritas utama yang harus dipenuhi sebelum kami mengambil keputusan untuk membuka kembali penempatan ke negara tersebut.”