Aktivitas penambangan di Gunung Kuda, Cirebon, dianggap tidak memenuhi Standar Operasional Prosedur (SOP). Walaupun memiliki dokumen yang sah dan berlaku hingga November 2025, metode penambangan yang diterapkan dinilai kurang memperhatikan keselamatan para pekerja.
Bahkan, sebelum insiden nahas terjadi, telah dikeluarkan surat peringatan penghentian kegiatan dari ESDM Wilayah VII Cirebon. Sayangnya, aktivitas penambangan tetap berlanjut.
Setelah kejadian tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Barat segera menghentikan sementara seluruh kegiatan pertambangan di wilayah tersebut dan menetapkan status tanggap darurat selama tujuh hari. Sebagai bentuk sanksi administratif atas kelalaian dalam pengelolaan, izin tambang juga dicabut.
Pemilik tambang Gunung Kuda Cirebon
Menurut informasi dari situs resmi Kementerian ESDM, pemilik tambang di Cirebon ternyata adalah sebuah koperasi yang dimiliki oleh pondok pesantren.
Berdasarkan data perizinan yang tercatat di Dinas ESDM Provinsi Jawa Barat, lokasi kejadian memiliki Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi atas nama Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) Al-Azhariyah.
Status kepemilikan tambang Gunung Kuda Cirebon ini didasarkan pada Surat Keputusan Kepala DPMPTSP Provinsi Jawa Barat nomor 540/64/29.1.07.0/DPMPTSP/2020 tertanggal 5 November 2020 dengan luas area mencapai 9,16 hektare dan jenis komoditas berupa tras.
Tras sendiri merupakan jenis batuan lunak yang berasal dari batuan vulkanik. Batuan ini memiliki warna putih kekuningan karena mengalami perubahan komposisi kimia akibat proses pelapukan dan pengaruh air tanah.
Sebagai konsekuensi dari kejadian ini, Gubernur Jawa Barat telah menjatuhkan sanksi administratif berupa pencabutan Izin Usaha Pertambangan, khususnya kepada IUP Koperasi Pondok Pesantren Al Azhariyah.
Pencabutan izin usaha tambang pemilik tambang Gunung Kuda Cirebon ini ditandatangani oleh Dedi Mulyadi melalui SK Gubernur nomor 4056/KUKM.02.04.03/PEREK, tanggal 30 Mei 2025, perihal Sanksi Administratif Pencabutan Izin Usaha.
Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Barat, Bambang Tirtoyuliono, menjelaskan bahwa terdapat empat perizinan di blok tambang Gunung Kuda.
Masih berdasarkan sumber dari situs resmi Kementerian ESDM, terungkap fakta bahwa pemilik tambang Gunung Kuda Cirebon tidak hanya satu koperasi pesantren. Koperasi lainnya tersebut diduga memiliki keterkaitan.
Salah satu di antaranya adalah milik Al Azhariyah, dua milik Kopontren Al Ishlah, dan satu lainnya masih dalam tahap eksplorasi dan diduga masih satu grup dengan koperasi Al Azhariyah.
"Sejak tahun 2024, tambang ini tidak memiliki dokumen RKAB. Hal ini sudah diingatkan berulang kali, bahkan pada tanggal 19 Maret tahun 2025 diminta untuk menghentikan kegiatan, namun tidak diindahkan, sehingga terjadilah insiden bencana ini," ujar Bambang.
"Maka pada hari itu juga (Jumat, 30 Mei 2025), kami langsung mencabut izin operasi produksi secara permanen, baik milik koperasi Al Azhariyah maupun tiga pemilik tambang Cirebon lainnya," tegasnya.