Gratiskan Pendidikan Dasar: DPR Wanti-Wanti Anggaran!

Admin

04/06/2025

3
Min Read

On This Post

MasterV, Jakarta – Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan putusan penting yang menegaskan bahwa negara, dalam hal ini pemerintah pusat dan daerah, berkewajiban untuk menyediakan pendidikan dasar gratis. Kebijakan ini berlaku di semua satuan pendidikan SD, SMP, dan madrasah atau sederajat, baik di sekolah negeri maupun swasta.

Menanggapi hal ini, Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, menyambut baik putusan tersebut. Beliau menyatakan komitmennya untuk mengawal implementasi putusan MK sebagai wujud dukungan terhadap amanat konstitusi, yaitu menjamin setiap warga negara memperoleh hak pendidikan yang layak dan setara.

Namun demikian, Hetifah menyoroti beberapa tantangan yang perlu diatasi dalam merealisasikan putusan MK ini.

"Tantangan-tantangan tersebut mencakup pembiayaan sekolah swasta, kapasitas anggaran pemerintah, serta kemandirian dan kualitas sekolah swasta itu sendiri," ujarnya dalam keterangan yang disampaikan pada hari Kamis (29/5/2025).

Menurut pandangan Politikus Golkar ini, meskipun sekolah swasta selama ini telah menerima bantuan dari negara melalui dana BOS, jumlahnya seringkali belum mencukupi untuk menutupi biaya operasional sekolah secara keseluruhan. Oleh karena itu, alokasi dana BOS perlu ditingkatkan secara signifikan, dan pemerintah daerah perlu menambah alokasi dana ini melalui APBD.

"Untuk mencapai tujuan tersebut, anggaran pendidikan yang dialokasikan minimal 20% dari APBN/APBD harus diprioritaskan dan disalurkan tepat sasaran. Selain itu, terdapat risiko bahwa sekolah swasta dapat kehilangan otonominya dalam pengelolaan jika terlalu bergantung pada negara, yang pada gilirannya dapat menghambat inovasi pendidikan," jelasnya.

Maka dari itu, Hetifah mengusulkan reformasi alokasi dana pendidikan melalui optimalisasi penggunaan 20% anggaran pendidikan yang telah ditetapkan dan realokasi dana dari proyek-proyek yang kurang mendesak.

"Model pendanaan yang mungkin diterapkan adalah memberikan subsidi penuh dari pemerintah kepada sekolah swasta yang berbiaya rendah, sementara sekolah swasta premium tetap diperbolehkan untuk memungut biaya tambahan dengan pengawasan yang ketat," urainya.

Hetifah mendorong perluasan cakupan dan peningkatan nilai dana BOS yang dialokasikan untuk sekolah swasta. Penyaluran dana ini harus dilakukan tepat waktu dan menerapkan mekanisme afirmasi berupa tambahan dana khusus bagi sekolah swasta yang berada di daerah tertinggal.

"Aspek penting dalam pelaksanaan putusan ini adalah konsistensi regulasi dan harmonisasi antara putusan MK no.3/PUU-XXII/2024, UU Sisdiknas no. 20 tahun 2003, dan Peraturan Pemerintah no. 18 tahun 2022 tentang Pendanaan Pendidikan. Selain itu, Permendikbud terkait BOS juga perlu diperkuat," tegasnya.

Hetifah menekankan bahwa kunci keberhasilan implementasi putusan ini terletak pada koordinasi yang efektif antara pemerintah pusat dan daerah dalam pengalokasian dana, serta peran aktif pemerintah dalam mengawasi implementasi kebijakan untuk mewujudkan kesetaraan antara sekolah negeri dan swasta.

"Salah satu opsinya adalah dengan melaksanakannya secara bertahap. Pada tahap awal, pemerintah dapat memfokuskan perhatian pada sekolah swasta berbiaya rendah dan tertinggal, kemudian secara bertahap memperluas pendanaan secara merata dengan evaluasi berkala," paparnya.

Dalam konteks legislasi, Komisi X saat ini sedang dalam proses menyusun revisi UU Sisdiknas. Hetifah menegaskan bahwa putusan MK ini akan menjadi landasan utama dalam merancang skema pembiayaan pendidikan di masa depan.

"Komisi X berkomitmen untuk mengawal pelaksanaan putusan MK ini agar tidak hanya menjadi kebijakan yang populer, tetapi juga menjadi langkah strategis dalam memperkuat sumber daya manusia bangsa. Karena pendidikan dasar gratis adalah fondasi yang sangat penting bagi masa depan Indonesia," pungkas Hetifah.