Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Daerah Khusus Jakarta (BPD PHRI DK Jakarta) menghimbau Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan peninjauan ulang terhadap rencana penerapan kebijakan 100% area bebas rokok di tempat hiburan malam (THM). Kebijakan ini direncanakan akan menjadi bagian dari Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Sutrisno Iwantono, selaku Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jakarta, menjelaskan bahwa hotel, restoran, karaoke, kafe, bar, serta tempat hiburan sejenis umumnya menargetkan konsumen dewasa. Oleh karena itu, apabila pemerintah mendorong penerapan area steril dari rokok di tempat-tempat tersebut, hal ini akan menimbulkan kesulitan bagi operasional industri dan juga para pengunjung.
“Jangan sampai dihilangkan sepenuhnya, perlu ada alternatif yang disediakan. Ketersediaan ruang khusus merokok sangat penting. Jangan sampai berbentuk pelarangan total, karena dampaknya akan sangat terasa pada operasional industri yang berpotensi kehilangan pengunjung,” ungkap Sutrisno dalam keterangannya, seperti dikutip pada hari Sabtu (31/5/2025).
Sutrisno berharap agar PHRI DKI Jakarta dapat dilibatkan dalam proses diskusi oleh para pembuat kebijakan. Ia menyampaikan kekhawatiran bahwa ketiadaan sosialisasi bersama dengan para pengusaha dapat memicu kontroversi serta merugikan dunia usaha dan konsumen.
“Sebaiknya, sejak awal kami dilibatkan, terutama informasi yang berkaitan dengan pelaku usaha atau kelompok masyarakat tertentu. Dalam partisipasi publik, masyarakat juga perlu diundang untuk memberikan pendapat mereka. Idealnya, Perda yang dihasilkan nantinya benar-benar mengakomodasi berbagai aspek sehingga, ketika diberlakukan, tidak menimbulkan kontroversi atau penolakan yang dapat menciptakan kegaduhan,” jelas Sutrisno.
Sutrisno juga menyoroti kondisi pariwisata Jakarta yang saat ini sedang menghadapi tantangan. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh PHRI, sebanyak 96,7% hotel melaporkan penurunan tingkat hunian selama kuartal I-2025.
Survei tersebut mencatat bahwa 70% pelaku usaha hotel dan restoran di Jakarta berencana untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) jika tidak ada intervensi kebijakan yang mendukung sektor pariwisata dan perhotelan.
Sebagai informasi, langkah efisiensi telah mulai diterapkan oleh para pelaku usaha. Data dari survei PHRI menunjukkan bahwa pemangkasan tenaga kerja terutama menyasar pekerja kontrak dan harian lepas, dan beberapa hotel bahkan menghentikan sementara seluruh proses rekrutmen.
Sutrisno mengingatkan, apabila PHK terjadi secara meluas, maka dampaknya akan merambah ke berbagai sektor lainnya. Pasalnya, industri hotel dan restoran menyerap lebih dari 603.000 tenaga kerja di Jakarta dan memberikan kontribusi sekitar 13% terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) DKI.
“PHK ini tidak hanya berdampak pada sektor perhotelan, tetapi juga akan memukul UMKM, logistik, hingga para pelaku seni yang selama ini bergantung pada industri pariwisata perkotaan,” imbuh Sutrisno.