Modus APK Sasar Pensiunan: Waspada Penipuan Rp304 Juta!

Admin

18/06/2025

4
Min Read

Polisi kembali berhasil mengungkap kasus penipuan dengan modus pengiriman APK melalui aplikasi pesan. Sindikat kejahatan ini secara khusus mengincar para pensiunan ASN sebagai target utama mereka.

Para pelaku menjalankan serangkaian aksi yang dirancang untuk menguras habis dana dari rekening bank korban. Tim kepolisian berhasil mengamankan pelaku berinisial EC (28) di daerah Ciputat, Tangerang Selatan, serta IP (35) yang ditangkap di wilayah Subang, Jawa Barat.

"Kami sampaikan bahwa Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya telah berhasil mengungkap kasus tindak pidana *illegal access* dan/atau pemindahan sistem elektronik milik pihak lain tanpa izin yang sah. Korbannya adalah seorang pensiunan," ujar Kasubbid Penmas Bidhumas Polda Metro Jaya, AKBP Reonald Simanjuntak, pada hari Kamis (5/6/2025).

Kedua pelaku saat ini telah ditangkap dan ditahan oleh Direktorat Siber Polda Metro Jaya. Berdasarkan keterangan polisi, para tersangka awalnya mengirimkan tautan dengan format APK, yaitu format paket instalasi aplikasi yang berbahaya, ke *smartphone* korban.

Saat ini, polisi masih terus melakukan pengejaran terhadap satu orang lainnya yang merupakan bagian dari sindikat ini. Diduga, buronan tersebut kini berada di Kamboja.

"Kami dari Polda Metro Jaya mengingatkan, dengan melihat modus yang disampaikan oleh jajaran Ditressiber Polda Metro Jaya, ada beberapa poin penting yang harus benar-benar diwaspadai. Sebenarnya, sejak awal, ketika kita sebagai konsumen atau penerima telepon mencurigakan, kita harus segera waspada, terutama jika menerima tautan dan diminta untuk mengunduh aplikasi," tegasnya.

Modus Operandi: Kirim APK ke Pensiunan

"Pelaku kemudian memberitahukan bahwa ada pembaruan data yang mengharuskan korban untuk mengisi data rekening pada sebuah tautan yang dikirimkan oleh pelaku," jelasnya.

Korban yang percaya begitu saja kemudian mengikuti instruksi yang diberikan oleh pelaku. Setelah APK terpasang di *handphone* korban, pelaku dengan leluasa menguras seluruh uang yang ada di rekening bank korban.

Transaksi penipuan ini dilakukan melalui *m-banking* korban tanpa sepengetahuan sama sekali. Sebelum menyedot uang dari rekening korban, pelaku juga meminta berbagai data pribadi korban.

"Korban mengisi data sesuai formulir yang diberikan, termasuk sidik jari, foto, video *selfie*, serta diminta untuk mentransfer sejumlah uang meterai sebesar Rp 10 ribu," ungkapnya.

Data-data yang diperoleh tersebut kemudian digunakan oleh tersangka untuk melakukan transaksi ilegal. Setelah itu, korban menerima notifikasi bahwa telah terjadi transaksi senilai Rp 304 juta yang tidak pernah dilakukannya.

"Korban menerima notifikasi bahwa telah terjadi beberapa transaksi transfer pada rekening di salah satu bank BUMN dan salah satu bank swasta yang dimilikinya, dengan total kerugian mencapai Rp 304 juta," terangnya.

DPO Jaringan Pelaku Bersembunyi di Kamboja

Direktorat Reserse Siber (Ditressiber) Polda Metro Jaya berhasil menangkap dua pelaku pembobolan rekening nasabah bank, yakni EC (28) dan IP (35). Saat ini, polisi sedang memburu pelaku penipuan lainnya, yaitu AN, yang diduga kuat berada di Kamboja.

"Satu pelaku lagi, yaitu AN, berstatus DPO (daftar pencarian orang), dan surat DPO-nya sudah diterbitkan. Pelaku berusia 29 tahun dan berstatus sebagai pelajar atau mahasiswa. Saat ini, yang bersangkutan berada di luar negeri, tepatnya di Kamboja," kata Kasubdit IV Ditressiber Polda Metro Jaya, Kompol Herman Eco Tampubolon, pada hari Kamis (5/6).

Penipuan ini dilakukan oleh para pelaku dengan mengatasnamakan diri sebagai perwakilan dari PT Taspen. Polisi bekerja sama dengan sejumlah instansi terkait untuk mengejar pelaku yang berada di luar negeri tersebut.

"Terhadap tersangka-tersangka lainnya, kami dari Subdit Siber, Direktorat Siber Polda Metro Jaya akan terus melakukan penyelidikan dan pendalaman, serta bekerja sama dengan instansi terkait, untuk mengungkap hingga ke pelaku utama yang berada di luar negeri," bebernya.

Ia menambahkan bahwa mayoritas korban adalah pensiunan aparatur sipil negara (ASN). Para pelaku sengaja mengincar korban yang mayoritas berusia lanjut (lansia) karena dianggap lebih mudah untuk dimanipulasi.

"Korban-korban ini mayoritas adalah PNS yang berusia di atas 60 tahun, sehingga sangat mudah bagi pelaku untuk memanipulasi para korban agar bisa mengakses *handphone* ataupun informasi yang ada di dalam *handphone* para korban," sebutnya.