Sejarah RI: Tone Positif, Fakta Tak Tersembunyi?

Admin

20/06/2025

3
Min Read

On This Post

JAKARTA, MasterV – Singgih Tri Sulistoyono, seorang sejarawan yang terlibat dalam proyek penulisan ulang sejarah nasional, menjelaskan bahwa penggunaan narasi atau "tone" positif dalam penulisan sejarah tetap berupaya menyajikan alur sejarah Indonesia sesuai dengan dinamika yang sesungguhnya.

Menurut Singgih, tujuan dari penerapan tone positif adalah untuk menghindari kesan bahwa penulisan sejarah dipenuhi dengan narasi kebencian dan penghakiman.

"Dengan narasi yang memiliki tone positif, seperti yang disampaikan oleh Bapak Menteri Kebudayaan (Fadli Zon), kita menghindari penghakiman dan perasaan negatif. Ini karena semua peristiwa adalah bagian dari dinamika dan romantika perjalanan kita sebagai bangsa," ungkap Singgih saat dihubungi oleh MasterV, Minggu (8/6/2025).

Singgih, yang merupakan Guru Besar Ilmu Sejarah di Universitas Diponegoro (Undip), bertindak sebagai editor umum dalam proyek penulisan ulang sejarah Indonesia yang diinisiasi oleh Kementerian Kebudayaan di bawah kepemimpinan Fadli Zon.

Singgih menegaskan bahwa penulisan sejarah dilakukan dengan menarasikan perjalanan bangsa yang mencakup baik suka maupun duka.

Ia menekankan pentingnya memasukkan kedua aspek tersebut dalam penulisan sejarah agar generasi muda dapat mengambil pelajaran berharga.

"Baik itu dianggap buruk, jelek, jaya, atau mundur, semuanya harus terangkum karena merupakan bagian tak terpisahkan dari dinamika dan romantika perjalanan bangsa. Hal ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi generasi mendatang dan para pembaca," jelasnya.

Mengenai term of reference (TOR) sejarah yang disusun pemerintah yang hanya mencantumkan dua kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat, Singgih berpendapat bahwa pemerintah ingin menyoroti pencapaian para pemimpin, tanpa mengabaikan peristiwa pelanggaran HAM yang pernah terjadi.

"Bukan berarti hal-hal negatif akan ditutupi. Insyaallah, semua tetap akan ditulis dalam kerangka dinamika dan romantika perjalanan hidup kita sebagai bangsa, sehingga dapat menjadi pelajaran bagi kita semua," tuturnya.

Sebelumnya, Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengemukakan gagasan untuk melakukan penulisan ulang sejarah bangsa dengan penekanan pada narasi atau tone yang lebih positif.

Salah satu tujuan utama dari penulisan ulang sejarah Indonesia, menurutnya, adalah untuk mempererat persatuan bangsa dan mengutamakan kepentingan nasional.

"Kita ingin sejarah ini berpusat pada Indonesia (Indonesia sentris), mengurangi atau menghilangkan bias-bias kolonial, dan terutama untuk mempersatukan bangsa serta kepentingan nasional," ujar Fadli saat ditemui di Cibubur, Depok, Jawa Barat, Minggu (1/6/2025).

Fadli menambahkan bahwa penulisan ulang sejarah juga bertujuan agar peristiwa di masa lalu tetap relevan bagi generasi saat ini.

Terutama terkait prestasi dan capaian di masa lalu, hal ini bertujuan untuk memberikan semangat kepada generasi penerus agar belajar dari kesuksesan para pendahulu.

"Jadi, tone yang kita inginkan dari sejarah kita adalah tone yang positif, mulai dari era Bung Karno hingga era Presiden Jokowi dan seterusnya," tegasnya.

Menanggapi kabar mengenai term of reference (TOR) sejarah yang disusun pemerintah yang hanya mencantumkan dua kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat, Fadli menjelaskan bahwa penulisan sejarah ulang yang dilakukan pemerintah tidak bertujuan untuk mencari-cari kesalahan di masa lalu.

"Tone kita adalah tone yang lebih positif. Karena jika kita hanya ingin mencari kesalahan, itu sangat mudah. Pasti akan selalu ada kesalahan dari setiap zaman dan setiap masa," pungkasnya.