Bully SD Bekasi: Pelaku Utama Pindah Sekolah!

Admin

18/06/2025

4
Min Read

On This Post

BEKASI, MasterV – Informasi terbaru menyebutkan bahwa terduga pelaku utama dalam kasus perundungan yang menimpa seorang siswa di Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Pondok Gede, Kota Bekasi, telah dipindahkan ke sekolah lain.

Sementara itu, berbeda dengan pelaku utama, tiga pelaku lainnya hanya mendapatkan sanksi berupa pemindahan kelas. Perlu diketahui, seluruh pelaku yang terlibat merupakan teman sekelas dari korban.

"Pelaku yang dianggap sebagai aktor utama sudah dipindahkan sekolah, sedangkan tiga lainnya masih bersekolah di sini, namun dipindahkan kelas. Hal ini pun atas permintaan saya," ujar ibu korban dengan inisial A, pada hari Sabtu (7/6/2025).

Ibu korban, A, menyampaikan kekecewaannya terhadap sikap yang ditunjukkan oleh pihak sekolah, yang menurutnya terkesan lebih membela para pelaku.

Sebelum kasus ini mencuat dan menjadi perhatian publik, A merasa bahwa pihak sekolah kurang menunjukkan perhatian terhadap kondisi yang dialami oleh putranya.

"Setelah kasus ini viral, barulah mereka (pihak sekolah) mau menemui. Sebelumnya, mereka justru menemui pelaku. Sekarang pun, komunikasi terasa kurang," keluhnya dengan nada prihatin.

Menurut penuturan A, pihak sekolah dinilai kurang sensitif terhadap kondisi yang dialami oleh korban beserta keluarganya.

Bahkan, pihak sekolah sempat mengusulkan penyelesaian masalah ini secara kekeluargaan, meskipun pada akhirnya tawaran tersebut tetap diterima oleh pihak keluarga korban.

"Untuk biaya, saya siap menanggung. Tapi, kami menuntut keadilan," tegasnya, menekankan pentingnya pertanggungjawaban.

Saat ini, A berharap agar Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi dapat turun tangan untuk membantu menyelesaikan kasus ini. Harapan ini muncul karena putranya mengalami trauma mendalam akibat perundungan dan pemalakan yang dilakukan oleh teman-temannya.

"Kami sangat berharap Pemkot Bekasi bisa memberikan perhatian dan solusi. Saya juga sudah mengirim pesan langsung (DM) kepada Bapak Wali Kota (Tri Adhianto) dan Bapak Gubernur (Dedi Mulyadi)," tambahnya, mengungkapkan upayanya dalam mencari keadilan.

Menanggapi permasalahan ini, Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, dengan sigap menawarkan bantuan hukum kepada keluarga korban.

Selain itu, Tri juga menginstruksikan Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Bekasi untuk memberikan pendampingan dan edukasi kepada korban.

"Saya sudah meminta KPAD untuk segera turun tangan memberikan pendampingan serta edukasi kepada korban. Kami pun telah menawarkan pendampingan hukum kepada keluarga korban," jelas Tri.

Tri juga berjanji akan mengirimkan tim psikolog untuk membantu memulihkan kondisi mental baik korban maupun pelaku.

"Kami akan memberikan pendampingan psikologis kepada korban dan pelaku. Tujuannya agar dapat menumbuhkan kembali rasa percaya diri serta menghilangkan trauma yang mungkin dialami," kata Tri, menekankan pentingnya pemulihan psikologis.

Proses pemulihan mental ini diperkirakan akan memerlukan lebih dari 15 sesi pertemuan. Hal ini mengingat usia para pelaku dan korban yang masih tergolong anak-anak.

"Karena masih di bawah umur, pemulihan mental tidak bisa dilakukan secara instan. Dibutuhkan lebih dari 15 kali pertemuan," imbuhnya, menjelaskan alasan durasi pendampingan yang cukup panjang.

Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, seorang siswa SDN di Pondok Gede, Kota Bekasi, diduga menjadi korban perundungan oleh empat orang temannya di dalam ruang kelas pada hari Jumat (16/5/2025).

Akibat peristiwa tersebut, korban yang masih berusia 10 tahun mengalami luka memar di beberapa bagian tubuhnya. Selain itu, ia juga mengalami pergeseran tulang di bagian pundak.

"Pinggangnya memar berwarna biru, begitu juga di bagian paha. Hasil diagnosa dokter menunjukkan adanya pergeseran tulang di bagian pundak akibat pukulan dari pelaku," terang ibu korban, A, saat dikonfirmasi oleh Liputanku.

A menjelaskan bahwa kejadian ini bermula ketika dirinya mengingatkan putranya untuk menghindari teman-teman yang sering melakukan pemalakan pada tanggal 15 Mei 2025.

Keesokan harinya, korban mengikuti nasihat ibunya dengan menolak ajakan dari keempat temannya untuk bertemu. Penolakan tersebut membuat para pelaku merasa marah. Salah seorang dari mereka kemudian langsung menampar korban.

Dalam keadaan ketakutan, korban kemudian dibawa oleh keempat pelaku ke sebuah ruang kelas yang berada di lantai atas sekolah. Setibanya di sana, dua pelaku mengunci pintu, sementara dua pelaku lainnya melakukan tindakan kekerasan terhadap korban.

"Ada dua orang yang memukul anak saya di dalam kelas tersebut," ungkap A.

Setelah kejadian tersebut, korban segera menceritakan kejadian yang dialaminya kepada orang tuanya. Ibu korban pun langsung melaporkan hal tersebut kepada pihak sekolah. Pihak sekolah kemudian memfasilitasi mediasi antara keluarga korban dengan keluarga para pelaku.

Hasil dari mediasi tersebut menyatakan bahwa masalah ini akan diselesaikan secara kekeluargaan. Keluarga pelaku juga berjanji untuk menanggung biaya pengobatan korban.

Namun, beberapa hari setelah mediasi, A mengaku merasa kecewa karena janji tersebut tidak kunjung ditepati. Hingga saat ini, biaya pengobatan anaknya belum juga dibayarkan.

"Biaya yang belum terbayar sekitar Rp 400.000 hingga Rp 500.000. Itu pun belum termasuk biaya untuk ortopedi," ujarnya.

A berharap agar keluarga pelaku bersedia bertanggung jawab untuk menanggung seluruh biaya pengobatan anaknya.

"Ini hanya perlu terapi agar tulangnya bisa kembali ke posisi semula karena anak saya masih kecil. Intinya, kami hanya menginginkan adanya tanggung jawab," imbuhnya.