P&G Bakal PHK 7.000 Karyawan Global! Ini Penyebabnya

Admin

18/06/2025

2
Min Read

On This Post

Procter & Gamble (P&G), salah satu perusahaan fast moving consumer goods (FMCG) terkemuka di dunia, berencana untuk melakukan pengurangan tenaga kerja secara bertahap. Diperkirakan sekitar 7.000 karyawan di seluruh dunia akan terdampak dalam kurun waktu dua tahun ke depan.

Langkah pemutusan hubungan kerja (PHK) ini disinyalir sebagai konsekuensi dari perang dagang yang diprakarsai oleh mantan Presiden AS, Donald Trump.

Berdasarkan informasi dari The Guardian, Sabtu (7/6/2025), pengumuman rencana pengurangan ini disampaikan oleh Direktur Keuangan P&G, Andre Schulten, saat konferensi konsumen Deutsche Bank di Paris pada Kamis (5/6).

Dalam kesempatan tersebut, Schulten menjelaskan bahwa PHK massal ini mencakup sekitar 15% dari total tenaga kerja di bidang non-manufaktur perusahaan saat ini.

Per Juni 2024, perusahaan yang berpusat di Cincinnati, Ohio, Amerika Serikat ini memiliki sekitar 108.000 karyawan di seluruh dunia. Dengan demikian, jumlah karyawan yang akan terkena PHK dalam dua tahun ke depan diperkirakan mencapai kurang lebih 6% dari total tenaga kerja yang ada saat ini.

"Program restrukturisasi ini menjadi langkah krusial untuk memastikan kemampuan kami dalam mencapai target jangka panjang selama dua hingga tiga tahun mendatang," ungkap Schulten.

Namun, menurutnya, rencana pengurangan karyawan ini bukanlah solusi instan untuk mengatasi berbagai tekanan yang tengah dihadapi perusahaan. Sebagaimana banyak perusahaan lain di AS, P&G juga mengalami penurunan penjualan akibat berkurangnya daya beli konsumen.

Selain itu, kebijakan tarif yang diterapkan oleh Trump juga berdampak signifikan. Procter & Gamble mengalami peningkatan biaya operasional karena sebagian besar bahan baku, kemasan, serta beberapa produk jadi mereka berasal dari China.

"Akan tetapi, hal itu tidak serta merta menghilangkan tantangan jangka pendek yang sedang kami hadapi," jelasnya.

Pihak perusahaan menyatakan akan menjajaki opsi sumber bahan baku alternatif dan melakukan peningkatan produktivitas lainnya guna meminimalisir dampak dari tarif tersebut. Meskipun demikian, perusahaan juga mempertimbangkan untuk menaikkan harga sejumlah produk guna menghindari potensi kerugian.