Polemik Sejarah: PDIP Ingatkan Fakta, Jangan Ditutup!

Admin

08/06/2025

2
Min Read

On This Post

MasterV, Jakarta – Polemik seputar penulisan ulang sejarah mengundang perhatian dari berbagai pihak. Djarot Saiful Hidayat, Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), turut memberikan pandangannya. Beliau menekankan pentingnya penulisan yang akurat dan berbasis fakta.

"Dalam penulisan sejarah, esensinya adalah kesesuaian dengan fakta sejarah yang sebenarnya. Bukan sekadar ‘history’ versi pemenang, melainkan ‘story’ atau kisah perjuangan bangsa yang sesungguhnya," ujar Djarot, saat ditemui di Sekolah Partai PDIP, Jakarta, Minggu (1/6/2025).

Djarot juga mengingatkan akan bahaya menyembunyikan atau menutupi fakta sejarah. Menurutnya, proses penulisan ulang sejarah harus dilakukan secara transparan dan terbuka.

"Sejarah tidak boleh ditutup-tutupi atau disimpang-simpangkan. Penulisan sejarah harus dilakukan dengan prinsip keterbukaan," tegasnya.

Sebelumnya, Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengumumkan bahwa proyek penulisan ulang sejarah ditargetkan rampung pada peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80, yaitu pada 17 Agustus 2025.

Proyek ambisius ini dianggarkan dengan total biaya sebesar Rp 9 miliar, yang telah disetujui dalam Rapat Kerja Kementerian Kebudayaan dengan Komisi X DPR RI.

Fadli Zon sendiri menegaskan urgensi proyek ini adalah untuk menghilangkan bias kolonial yang mungkin terdapat dalam catatan sejarah yang ada.

"Penulisan ulang sejarah bukan lagi sekadar opsi, melainkan sebuah keharusan," tegas Fadli Zon.

Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon juga menjelaskan bahwa salah satu tujuan penulisan ulang sejarah adalah menghapus istilah “Orde Lama”. Alasan di balik penghapusan ini adalah karena pemerintahan Presiden Sukarno tidak pernah menyebut dirinya sebagai “Orde Lama.”

"Istilah ‘Orde Lama’ sebenarnya tidak pernah digunakan oleh pemerintahan di era tersebut. ‘Orde Baru’ sendiri yang mengidentifikasi diri sebagai ‘Orde Baru’," jelas Fadli Zon di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (26/5/2025).

"Jadi, ini adalah upaya untuk menciptakan perspektif yang lebih inklusif dan netral dalam memandang sejarah bangsa," lanjutnya.

Menurut Fadli Zon, jika dilihat dari sudut pandang demokrasi liberal pada masa Orde Lama, terlihat jelas bagaimana kabinet-kabinet silih berganti demi menjaga stabilitas pemerintahan.

Ia memberikan contoh Kabinet Natsir, Burhanuddin Abdullah Harahap, Ali Sastroamidjojo, Kabinet Wilopo, dan seterusnya hingga era demokrasi terpimpin tahun 1959-1966 yang mengalami berbagai tantangan dalam mempertahankan pemerintahan.

Oleh karena itu, Fadli Zon berpendapat bahwa penulisan ulang sejarah ini merupakan kepentingan nasional. Penulisan ulang sejarah Republik Indonesia, menurutnya, akan menyoroti keberhasilan-keberhasilan yang telah diraih oleh bangsa Indonesia.

"Kita tidak bermaksud menonjolkan kekurangan sejarah, melainkan menyoroti pencapaian-pencapaian di masa Bung Karno, Pak Harto, hingga masa Pak Jokowi. Apa saja yang telah ditekankan," pungkasnya.