JAKARTA, MasterV – Bonny Z. Minang, seorang anggota Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Perumahan Rakyat, memberikan tanggapannya terkait wacana perubahan regulasi rumah subsidi yang mengarah pada fitur yang lebih minimalis.
Menurut pandangannya, pemerintah sebaiknya tidak perlu terlibat dalam penentuan besaran luas rumah subsidi. Hal ini, menurutnya, merupakan bagian dari model bisnis yang dijalankan oleh pengembang serta hak bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) untuk menentukan pilihan mereka.
“Pemerintah cukup memberikan relaksasi terkait suku bunga, dengan tujuan agar masyarakat memiliki daya beli yang memadai dan likuiditas yang cukup,” ungkap Bonny di Jakarta, pada hari Minggu (01/06/2025).
Ia menegaskan bahwa arah kebijakan perumahan seharusnya tetap berpedoman pada amanat konstitusi dan undang-undang yang berlaku, khususnya Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 yang mengatur tentang hak atas tempat tinggal yang layak dan memenuhi standar kesehatan.
“Jadi, apabila pemerintah memberikan relaksasi terhadap suku bunga dan likuiditas untuk memungkinkan rakyatnya memiliki tempat tinggal yang memadai, seharusnya ukurannya tidak malah diperkecil,” lanjutnya menjelaskan.
Sebagai informasi tambahan, terdapat indikasi bahwa batas minimal luas rumah subsidi berpotensi mengalami pengurangan, baik dari segi luas tanah maupun luas bangunan. Hal ini tercantum dalam draf aturan terbaru yang saat ini sedang dalam proses perancangan oleh Kementerian PKP.
Draf aturan yang dimaksud adalah berupa Keputusan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Nomor/KPTS/M/2025 mengenai Batasan Luas Tanah, Luas Lantai, dan Batasan Harga Jual Rumah dalam Pelaksanaan Perumahan Kredit/Pembiayaan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan, serta Besaran Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan (Kepmen PKP Nomor/KPTS/M/2025).
Salah satu poin yang diatur dalam draf aturan tersebut adalah mengenai batasan luas tanah dan luas lantai untuk rumah umum tapak.
Disebutkan bahwa luas tanah paling rendah adalah 25 meter persegi, sementara luas tanah paling tinggi mencapai 200 meter persegi. Untuk luas bangunan, batas paling rendah adalah 18 meter persegi dan batas paling tinggi adalah 36 meter persegi.
Meskipun demikian, ketentuan mengenai luas tanah tersebut masih memerlukan adanya perubahan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas PP Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Sebelumnya, batasan minimal dan maksimal luas rumah subsidi telah diatur dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 689/KPTS/M/2023 tentang Batasan Luas Tanah, Luas Lantai, dan Batasan Harga Jual Rumah Umum Tapak Dalam Pelaksanaan Kredit/Pembiayaan Perumahan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan, serta Besaran Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan (Kepmen PUPR Nomor 689/KPTS/M/2023).
Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa rumah umum tapak harus memiliki luas tanah paling rendah 60 meter persegi dan paling tinggi 200 meter persegi. Sementara itu, luas lantai paling rendah adalah 21 meter persegi dan paling tinggi adalah 36 meter persegi.