Uang Haram Korupsi Diduga Mengalir Lewat Bea Cukai?

Admin

19/06/2025

2
Min Read

On This Post

JAKARTA, MasterV – Yunus Husein, mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), menyampaikan kekhawatiran mendalam terkait dugaan derasnya aliran dana ilegal yang disinyalir memanfaatkan celah di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Menurutnya, salah satu sumber utama dari dana tersebut sangat mungkin berasal dari tindakan korupsi.

“Jumlah uang haram yang diduga mengalir melalui Bea Cukai itu sangat signifikan, dan sebagian besar berasal dari praktik korupsi,” tegas Yunus, seperti yang dikutip dari Podcast Gaspol! MasterV, Minggu (8/6/2025).

Yunus berpendapat bahwa permasalahan ini tidak dapat terus-menerus direduksi hanya sebagai tindakan yang dilakukan oleh “oknum” tertentu, mengingat jumlah pihak yang terlibat dinilai terlalu banyak.

Menurutnya, fenomena ini mengindikasikan adanya kelemahan mendasar dalam sistem secara keseluruhan.

“Itulah masalahnya, jika kita menemukan pelanggaran, kita cenderung menyalahkan oknum. Namun, jika jumlah ‘oknum’ terlalu banyak, ini menunjukkan adanya masalah sistemik,” jelasnya.

Kurangnya pengawasan yang efektif dan penegakan hukum yang tegas di tingkat atas, menurutnya, semakin memperburuk situasi yang ada.

Kondisi ini menyebabkan batas antara uang yang diperoleh secara halal dan haram menjadi tidak jelas, sekaligus membuka peluang bagi praktik-praktik ilegal untuk terus berkembang.

“Artinya, sistem kita masih kurang memadai, dan contoh yang diberikan oleh para pemimpin juga kurang baik. Kita kesulitan membedakan antara yang halal dan haram, dan penegakan hukumnya juga lemah. Akibatnya, praktik-praktik ilegal ini terus terjadi dan semakin menjamur,” tuturnya.

Yunus juga menyinggung mengenai indeks persepsi korupsi (CPI) Indonesia yang menurutnya mengalami stagnasi selama satu dekade terakhir, bahkan masih tertinggal dibandingkan dengan negara tetangga seperti Timor Leste.

Ia bahkan berseloroh bahwa selama 10 tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo, CPI Indonesia cenderung stabil.

“Meskipun CPI kita mengalami sedikit peningkatan skor dari 34 menjadi 37, namun kita masih kalah dibandingkan dengan Timor Leste,” ungkap Yunus.

“Di era pemerintahan Jokowi, dari awal hingga akhir, CPI tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Selama 10 tahun, nilainya tetap stabil. Sepertinya, Bapak Jokowi memang menginginkan stabilitas,” ujarnya sambil berkelakar.