JAKARTA, MasterV – Adi Prayitno, seorang pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, berpendapat bahwa Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sebaiknya mencapai kesepakatan internal terlebih dahulu sebelum membahas kemungkinan pencalonan tokoh eksternal sebagai ketua umum.
"Terdapat perbedaan pandangan. Ada yang beranggapan bahwa siapapun boleh menjabat sebagai ketua umum asalkan mampu membawa PPP kembali ke Parlemen. Namun, ada juga pihak di internal PPP yang berpendapat bahwa calon ketua umum harus memenuhi persyaratan AD/ART, yaitu minimal satu tahun menjadi pengurus PPP," jelas Adi Prayitno saat dihubungi oleh wartawan pada hari Kamis (29/5/2025).
"Inilah yang hingga saat ini belum menemukan titik terang, yaitu apakah PPP diperbolehkan mencalonkan tokoh non-kader sebagai ketua umum," lanjutnya.
Setelah perdebatan internal ini terselesaikan, barulah PPP dapat secara serius mempertimbangkan nama-nama eksternal yang selama ini disebut-sebut berpotensi menjadi ketua umum. Salah satu nama yang mencuat adalah mantan Presiden Jokowi.
Adi menilai, langkah PPP yang mempertimbangkan Jokowi sebagai calon ketua umum adalah langkah yang cukup logis. Nama besar Jokowi diyakini memiliki potensi besar untuk membantu partai kembali lolos ke parlemen pada Pemilu 2029.
"Menurut saya, sangat wajar jika PPP melirik Jokowi untuk dinominasikan sebagai calon ketua umum, mengingat harapan besar PPP untuk kembali ke Parlemen pada tahun 2029," ungkapnya.
Adi menambahkan bahwa PPP saat ini sedang berupaya mencari figur yang dapat memberikan dorongan elektoral bagi partai, dan Jokowi, meskipun bukan kader PPP, dianggap dapat memenuhi kriteria tersebut.
Namun demikian, Adi mengingatkan bahwa keputusan akhir tetap berada di tangan Presiden ke-7 Republik Indonesia tersebut.
"Jika Jokowi masuk dalam nominasi dan PPP mempersilakan beliau, maka semuanya kembali kepada Jokowi, apakah beliau bersedia atau tidak. Kuncinya ada pada keputusan Jokowi," tegasnya.
Sebelumnya, Ketua Mahkamah Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Ade Irfan Pulungan, menyatakan keyakinannya bahwa Joko Widodo (Jokowi) memiliki kemampuan untuk mengantarkan partai berlambang Ka'bah itu kembali ke DPR pada tahun 2029.
Menurutnya, mantan Presiden ke-7 Republik Indonesia tersebut adalah sosok yang sangat pantas untuk memimpin PPP pada periode mendatang.
“Jika ada yang menawarkan beliau untuk menjadi Ketua Umum PPP, itu adalah sebuah kehormatan besar. Dan jika beliau merespon positif tawaran tersebut, saya rasa itu adalah sebuah anugerah bagi PPP," kata Irfan saat berbincang dengan MasterV pada hari Selasa (27/5/2025).
"Insya Allah, jika PPP dipimpin oleh Pak Jokowi, Insya Allah kita akan solid dan kembali ke Senayan. Harapannya, kita bisa masuk lima besar sehingga mendapatkan kursi pimpinan di DPR," sambungnya.
Sebagai catatan, PPP mengalami kegagalan untuk pertama kalinya dalam sejarah untuk mendapatkan kursi di DPR sejak pertama kali mengikuti pemilihan umum (pemilu) pada tahun 1977.
Pada Pemilu 2024, partai berlambang Ka'bah ini hanya berhasil meraih 5.878.777 suara, atau setara dengan 3,87 persen suara.
Jumlah tersebut belum memenuhi ambang batas parlemen atau *parliamentary threshold* (PT) sebesar 4 persen.
Irfan berpendapat, Jokowi adalah sosok yang tepat untuk memimpin PPP saat ini.
Pengalaman luas yang dimilikinya di bidang politik dan pemerintahan akan sangat bermanfaat dalam memimpin partai berlambang Ka'bah tersebut.
Terlebih lagi, Irfan melihat Jokowi sebagai sosok yang memahami sejarah dan perkembangan PPP selama ini.
"Tentu saja, figur-figur seperti itu sangat *capable* jika PPP dipimpin oleh seseorang yang memiliki pengalaman politik yang cukup panjang dan lama, serta memiliki pengalaman yang matang di pemerintahan, sehingga mampu memimpin sebuah partai," jelas Irfan.
Irfan menegaskan bahwa PPP saat ini membutuhkan pembenahan yang signifikan, dan Jokowi adalah orang yang tepat untuk melakukan hal tersebut.
"Saya berpendapat bahwa figur Pak Jokowi sangat cocok untuk memimpin PPP agar terjadi pembenahan, semacam pembaruan, serta transformasi yang dilakukan oleh Pak Jokowi," pungkas mantan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) itu.