MasterV, Jakarta – Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dijadwalkan untuk menggelar muktamar partai pada bulan Agustus tahun 2025. Agenda utama dalam muktamar ini adalah pemilihan calon ketua umum.
Sebuah perkembangan menarik muncul, di mana nama mantan Kepala Kantor Staf Presiden, Moeldoko, disebut-sebut sebagai salah satu kandidat caketum PPP. Usulan ini datang dari Ketua Umum Sekretariat Bersama (Sekber) Relawan Jokowi, Bayutami Sammy Amalia.
Pihaknya secara terbuka menyatakan dukungan jika Moeldoko dipertimbangkan sebagai salah satu kandidat caketum PPP mendatang.
"Moeldoko adalah figur yang nasionalis, memiliki kepedulian terhadap isu-isu keumatan serta kesejahteraan masyarakat. Selama menjabat sebagai KSP, Bapak Moeldoko menunjukkan perhatian besar terhadap nasib guru agama dan secara aktif mendorong peningkatan ekonomi rakyat, yang membuktikan komitmennya pada permasalahan umat," ungkapnya saat dikonfirmasi pada Jumat (30/5/2025).
Bayutami meyakini bahwa Moeldoko memiliki kapasitas untuk mengembalikan PPP ke masa kejayaannya, termasuk membawa modernisasi dalam pendekatan keagamaan.
Selain itu, keterlibatan Moeldoko dalam pengembangan mobil listrik buatan nasional menunjukkan visinya yang jauh ke depan dan keterbukaannya terhadap inovasi.
"Oleh karena itu, PPP memerlukan wajah baru, dan tokoh seperti Bapak Moeldoko memiliki potensi untuk mengubah citra partai menjadi partai Islam yang lebih progresif dan relevan dengan isu-isu kebangsaan," tegasnya.
Ketua DPC Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Jakarta Timur, Ahmad Rifa'i, menyampaikan harapannya agar tidak ada kader yang mengkomersialkan partai menjelang Muktamar X. Ia juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap tindakan beberapa petinggi partai yang dianggap merusak nama baik partai.
"Seolah-olah partai yang diisi oleh para ulama ini hanya menjadi komoditas yang diperjualbelikan," kata Rifa'i pada Kamis (29/5/2025) di Condet, Jakarta Timur.
Rifa'i mengenang peristiwa Pemilu 2019, di mana para kader PPP Jakarta Timur tengah berjuang keras untuk mengumpulkan suara, namun tiba-tiba muncul berita tentang seorang petinggi PPP yang ditangkap KPK karena menerima suap terkait jual beli jabatan.
"Seperti petir di siang bolong, dunia terasa gelap seketika. Perjuangan kami selama berbulan-bulan untuk mempertahankan 4 kursi DPRD dan 1 kursi DPR RI di Jakarta Timur langsung hancur saat itu juga," kenang Rifa'i.
"Suara kami benar-benar habis pada tahun 2019. Kursi DPRD berkurang 3, dan kursi DPR RI hilang sama sekali," sesal Rifa'i.
Dia menjelaskan bahwa kejadian tersebut mengakibatkan hasil Pemilu PPP 2019 benar-benar hancur, menandai awal keterpurukan PPP. Dari 10 kursi pada tahun 2014, hanya tersisa 1 kursi. Sementara itu, perolehan kursi DPR RI merosot dari 3 menjadi 0, hilang seluruhnya.
"Jangan ganggu PPP lagi jika tidak ingin mendapat karma dari warisan para ulama. Biarkan kader bekerja untuk mengembalikan kejayaan PPP," pungkas Rifa'i.