Stimulus Prabowo: Ekonomi RI Mampu Sentuh 5% di 2025?

Admin

06/06/2025

3
Min Read

On This Post

Pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto berencana kembali memberikan serangkaian insentif dengan tujuan utama memacu pertumbuhan ekonomi nasional. Penyaluran insentif ini direncanakan akan dimulai pada tanggal 5 Juni 2025.

Sebanyak enam paket stimulus telah disiapkan, dengan fokus utama pada peningkatan aktivitas masyarakat melalui berbagai cara, seperti diskon transportasi, potongan tarif tol, diskon tarif listrik, penambahan alokasi bantuan sosial (bansos), Bantuan Subsidi Upah (BSU), serta perpanjangan diskon iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) bagi pekerja di sektor padat karya.

Namun, pertanyaannya adalah: apakah stimulus ini mampu secara efektif mendorong daya beli masyarakat dan mengangkat perekonomian hingga mencapai level 5% pada kuartal II-2025? Perlu diingat bahwa pada kuartal I-2025, pertumbuhan ekonomi mengalami perlambatan dan berada di angka 4,87%.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, memprediksi bahwa stimulus tersebut berpotensi mendorong konsumsi rumah tangga, yang pada gilirannya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2025. Akan tetapi, dampaknya diperkirakan tidak akan terlalu signifikan mengingat periode pelaksanaannya yang relatif singkat, yaitu hanya dua bulan (Juni-Juli 2025).

"Menurut saya, stimulus ini memang bisa memberikan dorongan. Tetapi, seberapa besar dorongan yang bisa diberikan? Jika hanya berlaku selama dua bulan (Juni-Juli 2025), maka itu hanya mencakup sepertiga dari kuartal II dan sepertiga dari kuartal III. Oleh karena itu, saya kurang yakin stimulus ini bisa mengangkat pertumbuhan hingga mencapai 5%," ujar Faisal kepada detikcom, Kamis (29/5/2025).

Meskipun demikian, Faisal menekankan bahwa pencapaian tersebut sangat bergantung pada sumber-sumber pertumbuhan ekonomi lainnya, selain dari konsumsi rumah tangga.

"Penting untuk dipahami bahwa pendorong utama ekonomi adalah konsumsi rumah tangga yang memiliki kontribusi terbesar, diikuti oleh investasi, ekspor impor, dan belanja pemerintah. Jika semua faktor ini juga mengalami peningkatan, maka pertumbuhan ekonomi bisa mencapai sekitar 4,9%. Namun, jika tidak, maka kenaikannya mungkin tidak signifikan, dan pertumbuhan tetap berada di kisaran 4,8%," jelas Faisal.

Senada dengan pendapat tersebut, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi sulit untuk mencapai angka 5% jika hanya mengandalkan enam paket stimulus yang sifatnya terbatas dan sementara.

"(Ekonomi) sulit mencapai pertumbuhan 5% jika hanya bergantung pada stimulus yang terbatas dan bersifat sementara," tegas Bhima saat dihubungi secara terpisah.

Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI), Teuku Riefky, menekankan bahwa selain pemberian insentif yang sudah cukup baik, perlu diiringi dengan deregulasi, seperti penyederhanaan proses administrasi, birokrasi, dan hal-hal lain yang penting untuk mendorong peningkatan investasi dan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat.

"Hal ini yang masih belum kita lihat adanya perbaikan yang signifikan. Jadi, menurut saya, berbagai stimulus ini cukup baik, tetapi belum sepenuhnya menyasar isu utama, yaitu rendahnya tingkat investasi yang berdampak pada kurangnya penciptaan lapangan pekerjaan," ungkap Riefky.