JAKARTA, MasterV — Presiden terpilih, Prabowo Subianto, diharapkan untuk mempertimbangkan perombakan (reshuffle) kabinet, khususnya pada posisi pejabat yang dianggap kurang serius dalam upaya pemberantasan praktik truk Over Dimension and Over Loading (ODOL).
Deddy Herlambang, Peneliti Senior dari Inisiasi Strategis Transportasi (INSTRAN), berpendapat bahwa reshuffle dapat menjadi manifestasi nyata dari dukungan politik (political will) yang diberikan oleh Presiden Prabowo.
Dukungan semacam ini esensial dalam menanggulangi truk-truk yang melanggar aturan dan seringkali menjadi penyebab utama kecelakaan di jalan raya.
Menurutnya, dukungan politis dari pemerintah untuk mencapai Zero ODOL bisa diwujudkan dalam berbagai cara, termasuk pembentukan Satuan Tugas (satgas).
“Salah satu langkah konkretnya adalah menerbitkan Peraturan Presiden yang secara langsung mengkoordinasikan kementerian dan lembaga di bawah presiden, bahkan hingga melakukan reshuffle terhadap pejabat yang terkesan kurang berkomitmen dalam memberantas truk ODOL,” ungkap Deddy dalam pernyataan resminya, Selasa (10/6/2025).
Deddy menekankan bahwa komitmen politik yang kuat dari Presiden sangatlah krusial untuk memberantas praktik truk ODOL secara komprehensif.
“Sebagai pemegang kuasa politik, Presiden memiliki wewenang untuk secara tegas memerintahkan seluruh jajaran terkait agar serius dalam menindak truk ODOL,” jelas Deddy.
Ia mengingatkan, tanpa adanya komitmen politik yang sungguh-sungguh dari pemerintah, target program Zero ODOL yang selama ini digaungkan berpotensi mengalami nasib serupa dengan program-program sebelumnya pada tahun 2016, 2019, dan 2023 yang tidak berjalan sesuai harapan.
“Niat baik (good will) Pemerintah untuk mencapai zero ODOL tanpa adanya political will yang nyata akan menjadi sia-sia dan menimbulkan inefisiensi,” tegasnya.
Deddy menguraikan bahwa upaya pemberantasan truk ODOL sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 2016. Akan tetapi, implementasinya seringkali tertunda akibat adanya perbedaan kepentingan antar-lembaga.
“Kemudian, kembali tertunda di tahun 2019 karena Kementerian Perindustrian (Kemenperin) masih mengajukan keberatan, sehingga pelaksanaannya diundur lagi hingga 1 Januari 2023,” paparnya.
Pada tanggal 24 Februari 2020, telah diselenggarakan pertemuan lintas kementerian dan pemangku kepentingan untuk membahas implementasi Zero ODOL.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian Perhubungan, Kementerian PUPR, Kemenperin, Kementerian BUMN, Kepolisian Republik Indonesia, serta berbagai asosiasi industri terkait.
Hasil dari pertemuan tersebut antara lain adalah Kebijakan Zero ODOL akan mulai diberlakukan pada 1 Januari 2023 dan Larangan kendaraan ODOL di jalan tol menuju Pelabuhan Tanjung Priok berlaku mulai 1 Maret 2020.
Selain itu, ada juga pelarangan kendaraan ODOL di pelabuhan penyeberangan dengan sanksi tilang mulai 1 Februari 2020 dan larangan kendaraan ODOL naik ke kapal penyeberangan mulai berlaku 1 Mei 2020.
Selanjutnya, diberlakukan toleransi kelebihan muatan untuk kendaraan angkutan barang tertentu sebesar 50 persen untuk barang kebutuhan pokok dan 40 persen untuk barang penting, yang berlaku mulai 9 Maret 2020.
Toleransi ini akan dikurangi secara bertahap hingga sesuai dengan ketentuan Pasal 70 PP Nomor 74 Tahun 2014, yaitu maksimal 5 persen.
Kendaraan yang melanggar ketentuan toleransi tersebut diwajibkan untuk melakukan transfer muatan di lokasi yang telah ditentukan atau dilarang untuk melanjutkan perjalanan.
“Namun kenyataannya, kebijakan zero ODOL sejak 1 Januari 2023 hingga saat ini diabaikan oleh Pemerintah, yang seharusnya melaksanakan kesepakatan yang telah dicapai di forum stakeholder pada tanggal 24 Februari 2020,” tegas Deddy.
Selain menimbulkan risiko kecelakaan lalu lintas, Deddy juga menyoroti dampak negatif truk ODOL terhadap kondisi keuangan negara. Ia menyatakan bahwa truk-truk dengan muatan berlebih mempercepat kerusakan jalan, sehingga meningkatkan beban biaya perawatan.
Berdasarkan data dari Kementerian Pekerjaan Umum, negara harus menanggung biaya sebesar Rp 41 hingga 43 triliun setiap tahunnya untuk preservasi jalan akibat dampak yang ditimbulkan oleh truk ODOL.
Sementara itu, pemerintah saat ini sedang menjalankan sosialisasi tahap awal program Zero ODOL. Sosialisasi resmi dimulai pada 1 Juni 2025 dan akan berlangsung selama 30 hari.
Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Agus Suryonugroho menjelaskan bahwa sosialisasi ini merupakan tahapan penting sebelum penegakan hukum dilakukan secara penuh.
“Fokus utama saat ini adalah memperbarui data kendaraan yang tidak sesuai dengan aturan dimensi yang berlaku. Hal ini menjadi dasar penting sebelum pelaksanaan penindakan,” ujar Agus dalam keterangannya, Minggu (1/6/2025).
Program sosialisasi ini akan dilanjutkan dengan Operasi Patuh 2025 yang direncanakan akan berlangsung pada bulan Juli 2025, sebagai wujud penindakan tegas terhadap pelanggaran ODOL.