Tersangka kasus pemerkosaan anak pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Dokter Priguna Anugerah Pratama, diketahui memiliki kelainan seksual berdasarkan hasil asesmen psikologis. Pihak kepolisian menegaskan bahwa hasil pemeriksaan tersebut tidak akan menggugurkan proses pidana yang menjerat pelaku.
Menurut Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat, Kombes Surawan, Dokter Priguna tetap akan dijerat sesuai dengan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Bahkan, tindakan yang dilakukan pelaku dapat diperberat mengingat korban pemerkosaan berada dalam kondisi tidak berdaya.
"Dalam Undang-Undang TPKS, terdapat klausul yang memberatkan pelaku pemerkosaan terhadap korban yang tidak berdaya," ujar Kombes Surawan seperti yang dilansir oleh Liputanku, Senin (9/6/2025).
Kombes Surawan menjelaskan bahwa Pasal 13 Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual mengatur tentang tindakan seseorang yang menyebabkan orang lain berada dalam kondisi tidak berdaya dengan tujuan eksploitasi seksual. Pelaku dapat diancam hukuman penjara maksimal 15 tahun atas perbuatan tersebut.
Saat ini, penyidik Polda Jawa Barat telah merampungkan proses pemeriksaan dalam penyidikan kasus pemerkosaan yang melibatkan Dokter Priguna. Kasus ini akan segera dilimpahkan ke meja persidangan.
"Rencananya, pelimpahan berkas perkara ke kejaksaan akan dilakukan pada pekan ini. Besok (Selasa), berkas akan dikirimkan kepada JPU," terang Kombes Surawan.
Sebelumnya, Polda Jawa Barat telah menyampaikan perkembangan terbaru terkait penyidikan kasus pemerkosaan anak pasien yang dilakukan oleh Dokter Priguna Anugerah Pratama. Menurut keterangan polisi, Priguna menggunakan obat bius dari rumah sakit tempatnya bekerja untuk membius korban.
"Semua obat bius diperoleh dari internal rumah sakit," jelas Kombes Surawan.
Dokter Priguna juga telah menjalani pemeriksaan psikologis secara mendalam. Hasil pemeriksaan tersebut menunjukkan adanya indikasi kelainan seksual pada diri Priguna, yang termanifestasi dalam bentuk fantasi terhadap individu yang berada dalam kondisi tidak berdaya.
"Ya, kurang lebih seperti itu. Terdapat fantasi terhadap orang-orang yang tidak berdaya," tutup Kombes Surawan.