MasterV – Pemerintah Indonesia terus mengintensifkan upayanya dalam mewujudkan hunian layak bagi seluruh masyarakat melalui "Program 3 Juta Rumah".
Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo, target ambisius ini menjadi prioritas utama. Buktinya, kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) tahun 2025 ditetapkan sebesar 350.000 unit, angka yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah program perumahan nasional.
Namun, apa sebenarnya yang disubsidi dalam program perumahan ini? Bagaimana mekanisme subsidi ini membantu meringankan beban Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) agar dapat mewujudkan impian memiliki rumah?
Berdasarkan data terbaru yang dihimpun Liputanku hingga Mei 2025, mari kita telaah secara mendalam.
Seperti yang kita ketahui, Pemerintah Indonesia menyalurkan subsidi perumahan melalui berbagai skema untuk memastikan MBR memiliki akses terhadap kepemilikan rumah.
Subsidi ini tidak hanya berbentuk dana, tetapi juga berupa kemudahan dan keringanan lainnya.
Berikut adalah berbagai bentuk subsidi yang paling menonjol dalam Program 3 Juta Rumah:
1. Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP)
Ini adalah fondasi utama subsidi perumahan di Indonesia. FLPP merupakan dukungan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan berupa dana murah dengan jangka waktu panjang yang diberikan pemerintah kepada MBR.
Apa Saja yang Disubsidi?
Suku Bunga Rendah (Fixed Rate): Pemerintah memberikan subsidi suku bunga yang sangat rendah (saat ini sekitar 5 persen per tahun) dan bersifat tetap (fixed) selama masa tenor kredit.
Hal ini berarti cicilan bulanan MBR tidak akan mengalami kenaikan meskipun suku bunga pasar berfluktuasi, memberikan kepastian finansial yang signifikan.
Jangka Waktu Panjang: KPR FLPP umumnya menawarkan jangka waktu yang sangat panjang, bahkan hingga 20 tahun atau lebih, sehingga cicilan bulanan menjadi lebih ringan dan terjangkau.
Harga Jual Lebih Terjangkau: Rumah yang termasuk dalam skema FLPP memiliki batasan harga jual maksimal yang ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan wilayah, sehingga harganya lebih terjangkau dibandingkan rumah non-subsidi.
Uang Muka Ringan: Seringkali, uang muka atau down payment (DP) untuk rumah FLPP sangat rendah, bahkan bisa mencapai 1 persen atau 0 persen tergantung pada kebijakan bank pelaksana dan promosi yang berlaku.
Penetapan kuota FLPP tahun 2025 sebesar 350.000 unit mencerminkan komitmen kuat pemerintah dalam mempercepat pemenuhan kebutuhan perumahan. Alokasi dana untuk kuota ini mencapai Rp 35,2 triliun (per 28 Mei 2025).
2. Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM)
SBUM adalah bantuan tunai yang diberikan pemerintah kepada MBR untuk meringankan beban pembayaran uang muka rumah.
Apa yang Disubsidi? Bantuan langsung berupa dana tunai untuk melunasi atau mengurangi uang muka (DP) rumah subsidi. Besaran SBUM bervariasi tergantung pada kebijakan dan lokasi.
Meskipun fokus utama tertuju pada FLPP, SBUM tetap menjadi instrumen pendukung yang penting. Dalam rencana anggaran sebelumnya, SBUM dialokasikan untuk 240.000 unit, namun jumlah ini dapat disesuaikan seiring dengan perkembangan situasi.
3. Subsidi Selisih Bunga (SSB)
SSB adalah skema subsidi bunga yang berbeda dengan FLPP, di mana pemerintah menanggung selisih antara suku bunga komersial dan suku bunga yang dibebankan kepada debitur.
Apa yang Disubsidi? Pemerintah membayar sebagian selisih bunga kepada bank pelaksana, sehingga suku bunga KPR yang dibayar oleh MBR menjadi lebih rendah dari suku bunga pasar. Skema ini biasanya digunakan untuk memperluas jangkauan subsidi di luar FLPP.
SSB terus menjadi bagian integral dari program pembiayaan perumahan. Dalam rencana anggaran sebelumnya, SSB dialokasikan untuk jumlah unit yang cukup signifikan.
4. Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT)
BP2BT adalah bantuan pemerintah yang ditujukan bagi MBR yang memiliki tabungan dan ingin membeli rumah atau membangun rumah secara swadaya.
Apa yang Disubsidi? Bantuan sebagian dana untuk uang muka atau biaya pembangunan/renovasi rumah, dengan persyaratan bahwa MBR telah memiliki sejumlah tabungan tertentu di bank.
Besaran bantuan ini dapat mencapai puluhan juta rupiah, misalnya hingga Rp 32,4 juta, tergantung pada tingkat pendapatan dan nilai rumah.
5. Subsidi Lainnya dan Keringanan Pajak/Biaya
Selain skema pembiayaan yang telah disebutkan, pemerintah juga memberikan berbagai subsidi dan keringanan lainnya untuk menekan biaya perolehan rumah subsidi, baik bagi pengembang maupun konsumen, antara lain:
Bebas Pajak Pertambahan Nilai (PPN): Rumah subsidi dibebaskan dari PPN, yang secara signifikan mengurangi harga jual.
Bebas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB): Dalam beberapa kebijakan, BPHTB juga dibebaskan atau diberikan keringanan, yang mengurangi beban biaya awal bagi pembeli.
Keringanan Biaya Perizinan: Biaya terkait perizinan, seperti Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), juga diberikan keringanan atau dibebaskan untuk proyek-proyek rumah subsidi.
Penyediaan Tanah: Pemerintah, melalui Badan Bank Tanah atau pemanfaatan aset negara (seperti aset sitaan koruptor atau HGU yang tidak diperpanjang), berupaya menyediakan lahan yang lebih terjangkau untuk pembangunan rumah subsidi.
Infrastruktur, Sarana, dan Utilitas (PSU): Pemerintah juga menyediakan atau mendukung pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas (jalan, saluran air, listrik, dan lain-lain) di kawasan perumahan subsidi, sehingga pengembang dapat menekan biaya produksi dan harga jual tetap terjangkau.
Kriteria Penerima Subsidi
Untuk memenuhi syarat sebagai penerima subsidi dari Program 3 Juta Rumah, MBR harus memenuhi beberapa kriteria umum yang terus diperbarui oleh pemerintah: