JAKARTA, MasterV – Badan Gizi Nasional (BGN) menyoroti sebuah isu krusial: rendahnya konsumsi protein hewani di kalangan masyarakat Indonesia, termasuk konsumsi susu.
Epi Taufik, Tim Pakar Bidang Susu BGN sekaligus Guru Besar IPB, menyampaikan dalam BGN Talks Episode 2 bertajuk “Susu, Kunci Gizi Anak Indonesia?” yang dikutip Liputanku dari kanal YouTube BGN pada Senin (9/6/2025), bahwa konsumsi susu di Indonesia masih memprihatinkan. “Saat ini, konsumsi susu di Indonesia baru mencapai sekitar 16 kilogram per kapita per tahun. Ini merupakan angka terendah di Asia,” ujarnya.
“Bahkan, angka ini masih di bawah Thailand, yang telah memiliki program susu sekolah untuk anak TK dan SD sejak tahun 1992,” lanjut Epi, menekankan perlunya upaya peningkatan konsumsi susu.
Sebagai respons terhadap tantangan tersebut, pemerintah meluncurkan program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang menjadikan susu sebagai salah satu komponen utama, selain telur dan daging ayam.
“Susu bukan hanya sekadar pelengkap, melainkan bagian integral dari intervensi gizi nasional. Perhitungan kami menunjukkan bahwa konsumsi 115 ml untuk siswa TK dan SD, serta 125 ml untuk siswa SMP-SMA, dengan minimal 20 persen kandungan susu segar dalam negeri, akan memberikan dampak positif,” jelasnya.
Kebijakan ini dirancang sedemikian rupa untuk menghindari peningkatan ketergantungan pada impor.
Faktanya, sebelum program MBG diimplementasikan, produksi susu segar dalam negeri hanya mampu memenuhi 20 persen dari kebutuhan nasional. Sisanya dipenuhi melalui impor susu bubuk yang kemudian diolah ulang (reconstituted or recombined milk).
“Negara tentu tidak ingin dana pajak rakyat terus-menerus digunakan untuk membeli produk impor. Oleh karena itu, keberadaan unsur susu segar dari dalam negeri sangat penting untuk mendorong produksi peternak kita,” tegasnya.
Epi menambahkan bahwa BGN telah menyusun strategi agar program MBG menjadi captive market yang tidak mengganggu pasar komersial yang sudah ada, namun tetap mampu menyerap produksi susu dalam negeri secara signifikan.
Saat ini, program MBG baru berjalan melalui sekitar 1.500 dapur, dari target yang ditetapkan sebanyak 33.000 dapur.
“Karena dapurnya juga belum semuanya beroperasi, jika sudah seluruhnya mencapai sekitar 33.000 dapur, dengan volume kurang lebih 400 liter per dapur per SPPG, perhitungan kami saat ini masih mencukupi dengan 1.500 dapur yang beroperasi,” katanya.
Sebagai gambaran, Thailand mampu menyerap hingga 40 persen produksi susunya untuk program susu sekolah mereka.
Sementara itu, 60 persen sisanya didistribusikan ke pasar komersial.
Guna mendukung keberlanjutan program ini dalam jangka panjang, pemerintah melalui Kementerian Pertanian sedang mempersiapkan pengadaan 1 juta sapi perah dalam kurun waktu lima tahun ke depan.
“Dengan demikian, volume yang diharapkan Bapak Prabowo, yaitu teranak 1 kali sehari, akan tercapai seiring dengan peningkatan populasi dan produksi,” jelasnya.
“Jadi, saat ini kami menyesuaikan agar tidak mengganggu pasar yang sudah ada. Ini adalah pasar baru, captive market, di mana negara membeli setiap hari,” tegas Epi, mengakhiri penjelasannya.