Meskipun sudah beroperasi selama beberapa tahun, aktivitas penambangan nikel di Papua ini baru-baru ini menjadi sorotan dan menuai protes.
Polemik terkait tambang nikel di Raja Ampat ini mencuat setelah tiga aktivis Greenpeace Indonesia menggelar aksi protes pada acara Indonesia Critical Minerals Conference and Expo di Hotel Pullman, Jakarta, pada hari Selasa, 3 Juni 2025.
Ketiga aktivis Greenpeace, bersama dengan seorang perempuan asli Papua (OAP), membentangkan spanduk tepat saat Wakil Menteri Luar Negeri Arif Havas Oegroseno sedang menyampaikan pidatonya.
Greenpeace Indonesia menyatakan bahwa terdapat banyak pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan tambang di Raja Ampat.
Selain deforestasi besar-besaran, aktivitas pertambangan juga menyebabkan sedimentasi yang parah, yang berpotensi mencemari ekosistem laut.
Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), salah satu perusahaan pemilik tambang nikel di Raja Ampat adalah PT Anugerah Surya Pratama.
Rekam Jejak PT Anugerah Surya Pratama
Tercatat, PT Anugerah Surya Pratama merupakan perusahaan pemilik tambang nikel dengan status penanaman modal asing (PMA), dan izin tambangnya berlokasi di Kabupaten Raja Ampat.
Di Indonesia, perusahaan induk dari PT Anugerah Surya Pratama adalah PT Wanxiang Nickel Indonesia.
Berdasarkan penelusuran pada situs resmi perusahaan, PT Wanxiang Nickel Indonesia juga merupakan salah satu perusahaan asal China yang beroperasi di Morowali.
Kepemilikan saham PT Wanxiang Nickel Indonesia terhubung dengan raksasa pertambangan asal China, yaitu Vansun Group.
Fokus utama bisnis perusahaan ini adalah penambangan nikel dan peleburan feronikel. Area pertambangannya juga berlokasi di Pulau Waigeo dan Manuran, Papua. Namun, saat ini, situs web perusahaan tersebut sudah tidak dapat diakses.
Dari sejumlah berita yang dikumpulkan dari KONTAN, PT Wanxiang Nickel Indonesia adalah satu dari sepuluh perusahaan China yang mengelola fasilitas peleburan logam (smelter) di Morowali, Sulawesi Tengah.
Menurut catatan dari Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), sebagian besar smelter nikel di Indonesia memang didominasi oleh investasi asing, terutama dari China.
Sementara itu, berdasarkan data RPJM Pembangunan Smelter di situs Kementerian ESDM, PT Wanxiang Nickel Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak di bidang eksploitasi tambang dengan komoditas utama nikel.
Dengan fasilitas smelter yang berlokasi di Morowali, pada tahun 2023, perusahaan ini mengolah 3,5 juta ton bijih nikel dengan kapasitas produksi sebesar 351 ribu ton feronikel (FeNi).
Di Raja Ampat, PT Anugerah Surya Pratama adalah satu dari empat perusahaan pemilik tambang nikel, bersama dengan PT Gag Nickel yang dimiliki oleh Antam, PT Kawei Sejahtera Mining, dan PT Mulia Raymond Perkasa.
Klarifikasi Bahlil
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia membantah bahwa aktivitas pertambangan di Raja Ampat dilakukan di Pulau Piaynemo, yang merupakan salah satu ikon pariwisata.
Beliau menjelaskan bahwa Raja Ampat terdiri dari beberapa pulau dengan fungsi yang berbeda-beda, di mana sebagian besar merupakan kawasan hutan konversi dan pariwisata, tetapi ada juga kawasan pertambangan.
Bahlil menyadari bahwa saat ini aktivitas pertambangan di Raja Ampat menjadi perhatian banyak pihak, menimbulkan kekhawatiran akan potensi kerusakan ekosistem di wilayah tersebut.
Oleh karena itu, Bahlil akan tetap melakukan verifikasi terhadap sejumlah foto eksploitasi tambang nikel di Raja Ampat yang beredar luas di Liputanku, yang disebut-sebut menunjukkan dampak dari keberadaan tambang nikel di kawasan wisata bahari tersebut.
Terlebih lagi, menurutnya, sebagian gambar yang ditampilkan menyerupai pemandangan di Pulau Piaynemo, yang merupakan destinasi wisata andalan Raja Ampat.
Oleh karena itu, Kementerian ESDM perlu melakukan pengecekan untuk memastikan kebenarannya.
"Sekarang dengan kondisinya seperti ini kita harus *crosscheck* karena di beberapa Liputanku yang saya baca ada gambar yang diperlihatkan itu seperti di Pulau Piaynemo," ujarnya.
Bahlil juga menegaskan bahwa kawasan pariwisata Raja Ampat akan tetap dilindungi oleh pemerintah dari aktivitas tambang nikel.
Hal ini merupakan komitmen pemerintah untuk menjaga kelestarian lingkungan dan mendukung sektor pariwisata di daerah tersebut.
"Dan di wilayah Raja Ampat itu betul wilayah pariwisata yang kita harus lindungi," tegasnya.