Ketua DPR RI, Puan Maharani, tampil sebagai pembicara utama dalam sebuah Konferensi Internasional yang diadakan di California State University (CSU), Sacramento, Amerika Serikat. Dalam forum tersebut, Puan mengangkat isu-isu krusial seputar kesetaraan gender dan menekankan pentingnya kolaborasi antarnegara dalam menghadapi berbagai krisis global.
Konferensi yang bertajuk 'Role of Women in Strengthening Global Resilience and Advancing Diplomacy' ini merupakan inisiatif dari mahasiswa CSU yang didukung penuh oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Kegiatan ini berlangsung di Black Honors College Conference Room, sebuah fasilitas penting di kampus terbesar dan terkemuka di Sacramento.
"Atas nama delegasi Indonesia, saya ingin menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Sacramento State University atas keramahannya dalam menjadi tuan rumah acara yang sangat penting ini," ujar Puan, seperti yang tertulis dalam keterangannya pada hari Rabu (11/6/2025).
Mengawali pidatonya di kampus yang dikenal sebagai Tree Campus, Puan menyampaikan rasa terima kasih atas sambutan hangat yang diberikan kepada delegasi Indonesia. Beliau juga mengungkapkan kegembiraannya dapat mengunjungi CSU yang sangat hijau dan asri, dengan area perkebunan dan konservasi yang luas.
Selanjutnya, Puan menjelaskan bahwa secara demografis, populasi perempuan di dunia mencapai lebih dari 49,7%, atau sekitar 4,09 miliar jiwa. Fakta menarik lainnya adalah perempuan merupakan konsumen dengan kekuatan beli terbesar dalam perekonomian global.
Besarnya potensi perempuan secara global, khususnya di Indonesia, menjadi kekuatan tersendiri. Puan menegaskan bahwa perempuan merupakan separuh dari energi besar Indonesia yang aktif berkontribusi di berbagai sektor, mulai dari politik, ekonomi, sosial, lingkungan, olahraga, hingga ilmu pengetahuan dan riset.
"Hampir setengah dari 280 juta penduduk Indonesia adalah perempuan. Banyak perempuan yang telah memberikan kontribusi signifikan bagi kemajuan Indonesia," kata Puan.
Puan juga memaparkan perjalanan panjang keterlibatan perempuan dalam dunia politik Indonesia, termasuk keberadaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Undang-undang ini mewajibkan partai politik untuk memiliki minimal 30% keterwakilan perempuan di parlemen, sehingga membuka lebar pintu bagi partisipasi perempuan di arena politik.
"Selama periode 2019-2024, proporsi perempuan di parlemen berhasil meningkat dari 17,3% menjadi 21,39%," jelas Puan.
Tidak hanya itu, Puan juga menyoroti keberhasilan perempuan Indonesia dalam menduduki posisi kepemimpinan nasional, seperti Presiden ke-5 RI, Megawati Soekarnoputri. Puan juga menyinggung perannya sendiri sebagai Ketua DPR perempuan pertama setelah 74 tahun kemerdekaan Indonesia.
Puan menegaskan pentingnya kesetaraan gender sebagai wujud penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia. Beliau menekankan bahwa perbedaan biologis seharusnya tidak menjadi penghalang perbedaan peran dalam berbagai aspek kehidupan.
"Kesetaraan gender mengakui bahwa hak politik, sosial, ekonomi, dan budaya laki-laki dan perempuan adalah setara," tegas Puan.
Meskipun demokrasi telah berkembang, menurut Puan, hal tersebut tidak secara otomatis menjamin hak-hak perempuan. Beliau berpendapat bahwa memperjuangkan kesetaraan gender bukanlah tentang dominasi, melainkan tentang menemukan titik temu untuk saling berperan secara adil dalam semua aktivitas kehidupan.
"Kita harus terus mengingatkan bahwa melibatkan perempuan dalam proses pembangunan lebih dari sekadar tindakan afirmatif, melainkan sebagai wujud penghormatan terhadap martabat manusia. Perempuan dan laki-laki harus berjuang bersama, bukan untuk saling mengesampingkan," papar Puan.
Selain isu kesetaraan gender, Puan juga membahas tantangan krisis global yang saat ini dihadapi oleh dunia. Beliau menyerukan pentingnya membangun ketangguhan global.
Menurut Puan, krisis ini berdampak pada berbagai sektor dan industri, termasuk bencana alam akibat perubahan iklim, penurunan ekonomi, harga energi yang melambung tinggi, dan dampak peperangan. Tantangan-tantangan ini menuntut kita untuk memiliki ketangguhan.
"Yaitu bagaimana kita mampu bangkit dari keterpurukan, bagaimana kita dapat beradaptasi, dan bagaimana kita dapat menjadi lebih kuat dalam membangun resiliensi di berbagai tingkatan. Serta mampu bertransformasi menjadi lebih baik sesuai dengan konteks lokal yang unik di setiap daerah," jelas Puan.
Meskipun ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang pesat, Puan berpendapat bahwa perkembangan tersebut belum sejalan dengan kondisi masyarakat saat ini. Beliau menilai masih banyak masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian lebih.
Oleh karena itu, Puan menekankan pentingnya kerja sama antar bangsa dalam menghadapi tantangan global, karena setiap negara membutuhkan negara lainnya. Puan menyatakan bahwa setiap negara memerlukan kolaborasi untuk membangun tatanan dunia yang lebih baik; tatanan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan; hubungan antar manusia dan antar bangsa yang mengutamakan kemajuan bersama dan bebas dari eksploitasi, dominasi, maupun penjajahan dalam bentuk apapun.
Dalam konteks ini, Puan berpandangan bahwa peran perempuan dapat memberikan perspektif yang berbeda. Menurutnya, perempuan memiliki paradigma yang unik yang akan memberikan kontribusi dalam cara berpikir, cara kerja, dan cara hidup dalam membangun tatanan dunia yang lebih baik.
"Peran perempuan dalam ikut membangun tatanan dunia yang lebih baik bagi kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan budaya, akan memberikan masa depan yang bermartabat untuk diwariskan kepada generasi mendatang," urai Puan.
Puan juga menekankan urgensi kehadiran perempuan di arena diplomasi. Beliau menegaskan bahwa perempuan dapat menjadi agen perubahan dalam merumuskan kebijakan publik yang inklusif.
"Partisipasi perempuan dalam proses pengambilan keputusan akan menghasilkan upaya pemulihan dan pembangunan tata dunia yang lebih baik, yang membebaskan tata dunia dari ketidakadilan struktural, diskriminasi gender, stereotip, kesenjangan kelompok masyarakat, dan eksploitasi," terang Puan.
Namun, Puan melihat bahwa saat ini masih banyak ditemukan konstruksi sosial yang menghambat hak-hak perempuan untuk maju dan sejahtera. Sebagai Ketua DPR RI, beliau menyampaikan bahwa Indonesia berkomitmen untuk terus menyuarakan kesetaraan gender dalam Pertemuan Parlemen P20 atau forum parlemen negara G20 dan pertemuan parlemen internasional lainnya.
"Bahwa inklusi sosial, kesetaraan gender, dan pemberdayaan perempuan merupakan kunci dalam memajukan dan mensejahterakan umat manusia. Kemajuan dan kesejahteraan umat manusia akan terwujud apabila perempuannya juga maju dan sejahtera," terang Puan.
Sementara itu, President CSU Sacramento, Luke Wood, dalam sambutannya menyampaikan rasa senang dan bangganya atas kehadiran Puan. Beliau menyebut momen ini sebagai bagian dari upaya membangun jembatan antara kebudayaan dan kemanusiaan kedua bangsa.
"Rekam jejak Ibu Ketua DPR sebagai perempuan pertama yang menjadi Ketua DPR menunjukkan semangat demokrasi yang kuat dan membuat CSU Sacramento merasa kagum," puji Wood.
Sebagai informasi tambahan, acara ini dihadiri oleh President CSU Sacramento, Dr. Luke Wood, serta mahasiswa-mahasiswa CSU dari berbagai bidang studi. Dalam acara ini, Puan didampingi oleh Ketua Komisi V DPR Lasarus, Wakil Ketua Komisi VII DPR Evita Nursanty, Wakil Ketua Komisi IX DPR Charles Honoris, Wakil Ketua Komisi X DPR Maria Yohana Esti Wijayati, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie Othniel Frederic Palit, dan Anggota Komisi VI DPR Mufti Anam.
Selain Puan, sejumlah tokoh lainnya turut menjadi pembicara dalam konferensi ini, antara lain Wali Kota Semarang Agustina Wilujeng Pramestuti, Dr. George Iwan Marantika dari Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI), Rektor Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, dan dosen Dr. Inge Gunawan.