Puan Bicara Gelar Pahlawan Soeharto: Serahkan ke Dewan Gelar!

Admin

29/05/2025

2
Min Read

On This Post

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Puan Maharani, memberikan tanggapannya terkait wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden Republik Indonesia ke-2, Soeharto. Menurut pandangannya, keputusan mengenai pemberian gelar tersebut harus melewati proses kajian yang mendalam oleh Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.

"Setiap usulan mengenai gelar, tentu saja, melalui dewan kehormatan atau dewan yang bertugas mengkaji secara seksama, siapa saja tokoh yang memenuhi syarat untuk menerima atau tidak menerima," jelas Puan dalam pernyataan pers yang dirilis pada hari Selasa (27/5/2025).

Pernyataan tersebut disampaikan Puan kepada para wartawan di Gedung DPR, yang terletak di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada hari ini.

Puan menegaskan pentingnya bagi semua pihak untuk mempercayakan proses penilaian sepenuhnya kepada Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Puan juga menyampaikan harapannya agar proses pengkajian dapat dilakukan dengan seobyektif mungkin.

"Jadi, biarkan dewan-dewan tersebut yang kemudian melakukan pengkajian secara komprehensif, untuk menentukan apakah usulan-usulan tersebut memang sudah selayaknya direalisasikan, diterima, atau justru sebaliknya," tegas perempuan pertama yang menduduki jabatan sebagai Ketua DPR RI tersebut.

Sebelumnya, gagasan mengenai pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto mendapatkan penolakan dari sejumlah aktivis yang tergabung dalam Gerakan Reformasi 1998. Penolakan tersebut disuarakan oleh para aktivis dalam sebuah diskusi bertajuk 'Refleksi 27 Tahun Reformasi: Soeharto Pahlawan atau Penjahat HAM?' yang diselenggarakan di Jakarta, pada hari Sabtu (24/5).

Menurut pandangan mereka, pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto akan bertentangan secara fundamental dengan semangat reformasi yang diperjuangkan. Para aktivis 98 ini berpendapat bahwa Soeharto tidak memenuhi kriteria untuk menerima gelar pahlawan nasional, mengingat rekam jejaknya yang diwarnai dengan pelanggaran hak asasi manusia dan tindakan represif terhadap gerakan rakyat selama masa Orde Baru.