Hari Tasyrik, yang jatuh pada tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah, adalah tiga hari yang mengikuti perayaan Idul Adha (nahar). Ketahuilah, hari-hari ini adalah momen istimewa di mana umat Islam diizinkan menikmati hidangan lezat dan menyantap daging kurban yang telah disembelih.
Namun, muncul pertanyaan: apakah diperbolehkan melaksanakan puasa di hari Tasyrik? Mari kita simak penjelasannya lebih lanjut.
Larangan Puasa di Hari Tasyrik
Seperti yang dilansir dari situs resmi MUI, terdapat larangan bagi umat Islam untuk menjalankan ibadah puasa pada hari Tasyrik. Mengapa demikian? Karena waktu-waktu tersebut sangat dianjurkan untuk merasakan kenikmatan dari berbagai hidangan istimewa yang berbahan dasar daging kurban yang telah diproses menjadi berbagai sajian yang menggugah selera.
Rasulullah SAW sendiri telah menyampaikan informasi penting terkait larangan berpuasa di hari Tasyrik. Berikut haditsnya:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ قَالَا لَمْ يُرَخَّصْ فِي أَيَّامِ التَّشْرِيقِ أَنْ يُصَمْنَ إِلَّا لِمَنْ لَمْ يَجِدْ الْهَدْيَ
"Dari Ibnu 'Umar radhiyallahu anhuma, keduanya berkata: 'Tidak diperkenankan untuk berpuasa pada hari Tasyrik kecuali bagi siapa yang tidak mendapatkan hewan qurban ketika menunaikan haji." (HR. Bukhari, no. 1859)
Dalam kesempatan yang berbeda, hari Tasyrik juga dikenal sebagai momen untuk menikmati makanan dan minuman yang lezat. Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ يَوْمَ عَرَفَةَ وَيَوْمَ النَّحْرِ وَأَيَّامَ التَّشْرِيقِ عِيدُنَا أَهْلَ الْإِسْلَامِ وَهِيَ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ
"Dari Uqbah bin Amir, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: 'Hari Arafah, hari Idul Adha, dan hari Tasyrik adalah hari raya kita pemeluk agama Islam, serta merupakan hari-hari untuk makan dan minum." (HR. An-Nasa'i, no. 2954).
Menurut informasi dari situs NU Online, larangan berpuasa pada saat hari Tasyrik memiliki dasar yang kuat dalam hadits riwayat Abu Dawud dan Muslim, sebagaimana yang telah dikutip oleh Syekh Abu Zakariya Al-Anshari dalam Kitab Asnal Mathalib berikut ini.
قوله (وَكَذَا أَيَّامُ التَّشْرِيقِ) وَهِيَ ثَلَاثَةُ أَيَّامٍ بَعْدَ يَوْمِ الْأَضْحَى لِلنَّهْيِ عَنْ صِيَامِهَا فِي خَبَرِ أَبِي دَاوُد بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ وَفِي خَبَرِ مُسْلِمٍ أَنَّهَا أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ Artinya,
"(Demikian juga hari tasyrik), yaitu tiga hari setelah Idhul Adha karena larangan puasa pada hadits riwayat Abu Dawud dengan sanad sahih dan pada hadits riwayat Muslim, 'Bahwa itu semua adalah hari makan, minum, dan zikir kepada Allah SWT." (Syekh Zakariya Al-Anshari, Asnal Mathalib, juz V, halaman 314).
Sejarah Singkat Hari Tasyrik
Secara bahasa, Tasyrik berasal dari kata yang memiliki makna penghadapan ke arah timur, yang merupakan arah dari datangnya sinar matahari. Akan tetapi, istilah hari Tasyrik yang sering kita dengar mengacu pada tiga hari yang istimewa setelah hari Nahar (10 Dzulhijjah), yaitu tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.
Di hari-hari yang penuh berkah ini, umat Islam diberi kesempatan untuk melaksanakan penyembelihan hewan kurban. Beberapa ulama memiliki pandangan bahwa hari Tasyrik terdiri dari tiga hari. (Al-Asqalani, Fathul Bari bi Syarhi Shahihil Bukhari, [Kairo, Darul Hadits: 2004 M/1424 H], juz IV, halaman 281).
وأيام التشريق ثلاثة بعد يوم النحر سميت بذلك لتشريق الناس لحوم الأضاحى فيها وهو تقديدها ونشرها في الشمس
Artinya: "Hari Tasyrik adalah sebutan bagi tiga hari (11, 12, 13 Dzulhijjah) setelah hari nahar (10 Dzulhijjah). Tiga hari itu dinamai demikian karena orang-orang menjemur daging kurban di waktu tersebut, yaitu mendendeng dan menghampar daging pada terik matahari," (Al-Imam An-Nawawi, Al-Minhaj, Syarah Shahih Muslim Ibnil Hajjaj, [Kairo, Darul Hadits: 2001 M/1422 H], juz IV, halaman 273).