JAKARTA, MasterV – Zaenurrohman, seorang peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), menyatakan bahwa sekadar melarang hakim bergaya hidup hedonis tidaklah memadai untuk memberantas korupsi di lingkungan Mahkamah Agung (MA) dan badan peradilan.
Pernyataan ini disampaikan sebagai tanggapan terhadap peringatan keras yang dilontarkan oleh Ketua MA, Sunarto, agar para hakim menghindari gaya hidup mewah.
“Nasihat tersebut memang tepat, benar, dan bijak, namun bukan solusi utama untuk mengatasi korupsi yang telah mengakar di Mahkamah Agung serta badan peradilan di bawahnya,” tegas Zaenur saat dihubungi oleh MasterV pada hari Jumat (30/5/2025).
Zaenur berpendapat bahwa seorang hakim dapat saja menyembunyikan praktik korupsi meskipun tidak memperlihatkan gaya hidup mewah.
Pasalnya, baik hakim maupun aparatur peradilan cenderung menyembunyikan kekayaan mereka di kediaman pribadi dan tidak memamerkannya di hadapan publik.
Kasus Zarof Ricar, mantan pejabat MA yang kedapatan menyembunyikan uang tunai dan emas senilai lebih dari Rp 1 triliun di rumahnya, menjadi contoh nyata yang paling segar.
“Uang hasil suap tersebut disimpan di rumah, seperti yang dilakukan oleh Zarof Ricar, atau dicuci dalam bentuk aset maupun bisnis yang terlihat legal,” jelas Zaenur.
Zaenur mengemukakan bahwa salah satu solusi untuk memerangi korupsi di MA dan lembaga peradilan adalah dengan menerapkan prinsip zero tolerance terhadap segala bentuk korupsi.
Selain itu, penting untuk memastikan bahwa fungsi pengawasan internal berjalan efektif, menjatuhkan sanksi yang tegas dan berat kepada para pelanggar kode etik, serta memperbaiki tata kelola sumber daya manusia (SDM).
Persoalan mutasi dan promosi hakim, misalnya, harus didasarkan pada rekam jejak, integritas, dan prestasi kerja hakim yang bersangkutan.
“Alih-alih mengutamakan koneksi atau kedekatan dengan orang dalam,” imbuh Zaenur.
“Menghindari gaya hidup hedon memang penting, tetapi bukan satu-satunya solusi, karena ada juga hakim yang tidak menampilkan gaya hidup mewah, namun ternyata menyimpan uang triliunan rupiah di rumahnya,” tambahnya.
Sebelumnya, Sunarto telah memberikan peringatan keras kepada para hakim untuk tidak bergaya hidup hedonis dengan menggunakan barang-barang mewah dan mobil-mobil mewah.
Menurutnya, gaya hidup semacam itu tidak sepadan dengan pendapatan resmi yang diterima oleh hakim dari negara.
Teguran ini disampaikan oleh Sunarto dalam kegiatan pembinaan yang melibatkan pimpinan hingga hakim pengadilan negeri dan pengadilan tinggi se-Jakarta.
“Gajinya Rp 27 juta, Rp 23 juta, tapi pakai LV (Louis Vuitton), pakai Bally, pakai Porsche, tidak malu?” sindir Sunarto di Gedung MA, Jakarta, Jumat (23/5/2025).
Menurut Sunarto, masyarakat umum mengetahui dengan pasti berapa gaji yang diterima oleh seorang hakim.
Masyarakat juga mengetahui harga barang-barang mewah yang digunakan.
“Arlojinya seharga Rp 1 miliar. Kok tidak malu?” sentil Sunarto lagi.