JAKARTA, MasterV – Raja Ampat, sebuah kepulauan menakjubkan di ujung barat Papua, selama ini masyhur sebagai salah satu tujuan wisata alam terbaik di dunia.
Lautan biru nan bening, terumbu karang yang kaya, serta kebudayaan masyarakat adat yang tetap terjaga menjadikannya sebagai “surga terakhir di bumi”. Akan tetapi, keindahan ini kini terancam.
Liputanku Indonesia mengungkapkan bahwa kegiatan penambangan nikel telah mencapai sejumlah pulau kecil di kawasan Raja Ampat, Papua.
Padahal, sesuai dengan undang-undang, pulau-pulau tersebut termasuk dalam kategori wilayah yang seharusnya dilindungi dari aktivitas pertambangan.
“Dari perjalanan menyusuri Tanah Papua pada tahun lalu, Liputanku menemukan aktivitas pertambangan di beberapa pulau di Raja Ampat, di antaranya Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran,” kata Juru Kampanye Hutan Liputanku Indonesia, Iqbal Damanik, dalam keterangannya, Selasa (3/6/2025).
Dokumentasi yang diperoleh Liputanku memperlihatkan adanya limpasan tanah yang menyebabkan sedimentasi di area pesisir, sebagai akibat dari pembukaan hutan dan pengerukan tanah.
Sedimentasi ini dikhawatirkan akan berdampak buruk pada ekosistem terumbu karang dan kehidupan bawah laut Raja Ampat yang sangat rentan.
Tidak hanya di ketiga pulau tersebut, ancaman serupa juga menghantui Pulau Batang Pele dan Manyaifun, dua pulau kecil lainnya yang berjarak sekitar 30 kilometer dari ikon wisata Piaynemo, gugusan bukit karst yang fotonya menghiasi uang pecahan Rp 100.000.
“Industrialisasi nikel yang semakin gencar seiring dengan meningkatnya permintaan kendaraan listrik telah merusak hutan, tanah, sungai, dan laut di berbagai wilayah, mulai dari Morowali, Konawe Utara, Kabaena, Wawonii, Halmahera, hingga Obi,” jelas Iqbal.
Seruan Penolakan
Kekhawatiran ini kemudian mendapatkan respons serius dari Kementerian Pariwisata.
Menteri Pariwisata, Widiyanti Putri Wardhana, menekankan betapa pentingnya menjaga keseimbangan antara aspek ekonomi dan ekologi dalam pengembangan kawasan Raja Ampat.
“Kita menginginkan setiap pembangunan, termasuk pariwisata, harus dapat menjaga keseimbangan antara ekologi, wilayah sosial, dan skala ekonomi,” ujar Widiyanti, dalam siaran pers Kementerian Pariwisata, Jumat (6/6/2025).
Pihaknya telah mengambil sejumlah tindakan nyata, salah satunya dengan melakukan kunjungan langsung ke Raja Ampat bersama DPR RI pada tanggal 28 Mei hingga 1 Juni 2025, guna menampung aspirasi dari masyarakat adat setempat.
“Selama kunjungan tersebut, masyarakat menyampaikan penolakan terhadap rencana pemberian izin pertambangan yang baru. Mereka menegaskan bahwa ekosistem dan identitas Raja Ampat harus dilindungi sebagai kawasan wisata, bukan wilayah industri ekstraktif,” ungkap Widiyanti.
Hasil dari kunjungan tersebut ditindaklanjuti oleh Komisi VII DPR RI yang berjanji akan membawa aspirasi masyarakat ke Senayan.
Komisi tersebut juga meminta pemerintah pusat untuk mengevaluasi seluruh izin tambang yang sudah ada.
Kementerian Pariwisata sendiri telah melakukan koordinasi lintas sektor pada Kamis (5/6/2025) untuk memperkuat langkah-langkah perlindungan jangka panjang terhadap Raja Ampat.
Widiyanti juga menyinggung adanya komitmen yang kuat dari Pemerintah Daerah Papua Barat Daya dalam menjaga kawasan ini sebagai kawasan konservasi laut dan geopark UNESCO.
“Pemerintah daerah menegaskan bahwa kawasan Raja Ampat harus tetap diarahkan sebagai kawasan konservasi laut, geopark UNESCO, dan destinasi unggulan pariwisata Indonesia, tanpa berkompromi dengan aktivitas pertambangan,” tegasnya.
Izin Ditinjau, Operasi Ditangguhkan
Sementara itu, pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, telah memutuskan untuk menghentikan sementara seluruh kegiatan operasional pertambangan nikel di wilayah tersebut.
Dalam keterangannya, Bahlil menyebutkan bahwa terdapat lima Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel yang tercatat di Raja Ampat.
Akan tetapi, hanya satu yang masih aktif beroperasi saat ini, yaitu milik PT Gag Nikel (GAK), anak perusahaan dari PT Antam Tbk.
Kementerian ESDM saat ini sedang melakukan pemeriksaan terhadap kegiatan pertambangan tersebut sebagai bagian dari evaluasi menyeluruh.
Anggota Komisi XII DPR RI, Alfons Manibui, mendukung langkah penghentian sementara tersebut dan menilai evaluasi terhadap IUP sebagai langkah yang tepat untuk mencegah kerusakan yang lebih parah.
“Perlu diberikan ruang bagi Kementerian ESDM dan KLH untuk melaksanakan evaluasi secara mendalam dan objektif,” ujar Alfons, dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (7/6/2025).
“Keputusan Menteri ESDM ini responsif terhadap aspirasi masyarakat dan upaya menjaga kelestarian lingkungan Raja Ampat,” ucap politisi dari Dapil Papua Barat tersebut.
Menurut Alfons, semua laporan dan keluhan masyarakat akan menjadi perhatian khusus Komisi XII DPR RI dan akan didalami dalam masa sidang setelah reses.
“Pada dasarnya, DPR memahami dengan baik substansi pengaduan yang disampaikan dalam beberapa minggu terakhir,” pungkasnya.