Kepuasan Tinggi ke Prabowo Meski Rakyat Cemas Kerja? Kok Bisa?

Admin

14/06/2025

4
Min Read

On This Post

“`html

JAKARTA, MasterV – Adjie Alfaraby, seorang peneliti senior dari LSI Denny JA, mengutarakan beberapa alasan yang mendasari tingginya tingkat kepuasan publik terhadap Presiden RI Prabowo Subianto. Padahal, pada saat yang sama, masyarakat tengah dirundung kekhawatiran mengenai ketersediaan lapangan kerja dan mahalnya harga kebutuhan pokok.

Adjie menjelaskan bahwa temuan utama dari LSI Denny JA adalah kuatnya personal branding, atau penjenamaan pribadi, yang melekat pada sosok Prabowo.

Hal ini disampaikan oleh Adjie dalam konferensi pers virtual yang diselenggarakan oleh LSI Denny JA pada hari Rabu, 4 Juni 2025.

“Mengapa publik merasa cemas atau tidak puas dengan kondisi lapangan kerja dan harga sembako yang terus meningkat, namun tingkat kepuasan terhadap Prabowo tetap tinggi, mencapai 81,2 persen? Temuan awal kami menunjukkan bahwa hal ini disebabkan oleh aspek personal branding Prabowo yang masih sangat kuat,” ungkap Adjie.

Adjie melanjutkan, meskipun pemerintahan baru telah berjalan selama tujuh bulan, citra pribadi Prabowo tetap solid di mata masyarakat.

Ia juga menyinggung tingkat pengenalan masyarakat Indonesia terhadap Prabowo yang sangat tinggi, mencapai 98 persen.

Selain itu, tingkat kesukaan publik terhadap Prabowo juga tergolong tinggi, sehingga mampu menutupi kekurangan yang mungkin ada dalam kebijakan-kebijakan yang diambil.

“Temuan survei kami membuktikan hal ini. Tingkat pengenalannya sudah pasti sangat maksimal, di atas 90 persen, tepatnya 98,0 persen. Sementara itu, tingkat kesukaannya mencapai 94,4 persen. Ini adalah angka yang cukup tinggi, dan saya rasa tidak banyak berubah, bahkan sedikit meningkat dibandingkan dengan Pilpres sebelumnya,” jelasnya.

“Jadi, faktor kesukaan ini sangat penting. Faktor ini dapat menjadi benteng yang kokoh ketika terdapat kekurangan dalam hal kebijakan. Dalam teori komunikasi politik maupun teori perilaku pemilih, hal ini banyak dijelaskan. Faktor personal mampu menutupi kekurangan kebijakan,” imbuh Adjie.

Kendati demikian, Adjie meyakini bahwa faktor pengenalan dan kesukaan ini tidak akan bertahan selamanya.

Namun, untuk saat ini, personal branding Prabowo masih sangat berpengaruh dalam membentuk persepsi positif publik secara umum.

Faktor kedua, menurut Adjie, adalah masih adanya efek bulan madu politik atau political honeymoon.

Adjie menjelaskan bahwa masa bulan madu politik biasanya berlangsung antara 6 hingga 12 bulan.

Pemerintahan saat ini masih berada dalam periode bulan madu politik tersebut.

Oleh karena itu, secara psikologis politik, publik masih memberikan toleransi terhadap hal-hal yang belum diselesaikan oleh pemerintahan yang baru.

Sebab, menurut Adjie, publik merasakan adanya tanda-tanda iktikad baik dari pemerintah untuk bekerja lebih keras.

“Jadi, ada tanda-tanda baik, ada iktikad baik dari pemerintah. Meskipun belum berjalan, namun mereka percaya bahwa janji-janji politik pemerintahan tersebut akan dilaksanakan atau direalisasikan. Jadi, masa bulan madu ini adalah masa-masa toleransi,” jelasnya.

Faktor ketiga, Adjie menyatakan, adalah penilaian masyarakat bahwa pemerintahan Prabowo-Gibran bergerak ke arah yang benar.

Ia menyebutkan bahwa 81,0 persen responden menyatakan bahwa Indonesia sedang berada di jalur yang benar, sehingga mereka yakin bahwa apa yang dijanjikan dan dilaksanakan akan dituntaskan.

“Sehingga, masih ada harapan di situ,” ujarnya.

Sementara itu, faktor keempat adalah minimnya oposisi.

Adjie menyoroti tidak adanya oposisi yang menonjol atau menawarkan narasi ekonomi yang berbeda dalam pemerintahan Prabowo-Gibran.

“Belum muncul oposisi, baik yang datang dari capres yang kalah dalam pemilu, seperti Anies atau Ganjar, maupun oposisi yang datang dari parpol, seperti PDI-P atau Nasdem,” jelas Adjie.

“Minimnya narasi-narasi yang kontra atau berbeda, yang dapat menjadi alternatif bagi publik, juga membuat persepsi umum terhadap pemerintah tidak banyak mengalami perubahan,” imbuhnya.

Lembaga survei LSI Denny JA mengungkapkan bahwa 81,2 persen masyarakat merasa puas terhadap kinerja pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Sebelumnya, Adjie Alfaraby menyebutkan bahwa tingkat kepuasan publik yang tinggi ini dapat menjadi modal legitimasi yang kuat bagi Prabowo-Gibran.

“Kepuasan publik yang tinggi ini menjadi modal legitimasi yang kuat bagi pemerintahan baru. Sebanyak 81,2 persen menyatakan puas terhadap kinerja Prabowo-Gibran dalam tujuh bulan pemerintahan,” ujar Adjie.

Adjie menjelaskan bahwa survei tersebut membuktikan bahwa kepuasan publik terhadap Prabowo-Gibran masih tinggi, di atas 80 persen.

Ia mengeklaim bahwa publik merasa pemerintahan Prabowo-Gibran masih baik. “Jadi, 81,2 persen menyatakan puas, hanya 18,3 persen yang tidak puas,” ucapnya.

Selanjutnya, Adjie mengakui adanya paradoks dalam survei ini.

Sebab, meskipun tingkat kepuasan terhadap pemerintah tinggi, masyarakat merasakan kesulitan dalam mencari lapangan kerja dan mengeluhkan mahalnya harga sembako.

“Tentu saja, secara awam, kita menilai bahwa ini adalah suatu paradoks yang luar biasa. Di satu sisi, publik merasakan langsung aspek-aspek yang sangat mikro, terkait dengan lapangan kerja dan harga sembako yang mahal,” kata Adjie.

“Namun, di sisi lain, secara umum mereka menyatakan puas terhadap kinerja Prabowo,” imbuhnya.

“`