Para pencari nafkah yang bekerja di rest area Km 21B Tol Jagorawi, Gunungputri, Bogor, Jawa Barat, turut memberikan pandangan terkait penyitaan yang dilakukan terkait komoditas timah dari wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022. Beberapa pedagang mengungkapkan bahwa penyitaan tersebut tidak secara signifikan memengaruhi pendapatan mereka.
Edo (50), seorang penjaga makanan, adalah salah satunya. Ia berpendapat bahwa penyitaan tersebut tidak terlalu berdampak pada pendapatan warung tempatnya bekerja.
"Masih stabil kok, penurunannya paling sedikit, nggak terlalu drastis. Ya, biasa saja sih ini, paling cuma malam hari yang agak sepi. Memang kalau hari biasa cenderung sepi, ramainya pas akhir pekan," ujar Edo saat ditemui di lokasi, Sabtu (31/5/2025).
Ia menjelaskan bahwa rest area ini mayoritas didatangi oleh kendaraan besar, seperti truk. Hal ini dikarenakan rest area ini menjadi tempat pengisian bahan bakar terakhir bagi kendaraan yang menuju Jakarta.
"Iya, di sini banyak mobil-mobil gede. Ini kan lokasi terakhir sebelum Cikampek, makanya solar yang banyak dicari di sini," imbuhnya.
Saat penyitaan berlangsung, Edo sedang tidak berada di lokasi karena tidak sedang bertugas. Ia mengaku sempat terkejut ketika mendengar berita mengenai penyitaan tersebut. Ia pun berharap agar rest area ini tetap beroperasi karena menyangkut kelangsungan hidupnya.
"Iya, masalahnya nanti saya kerja di mana lagi. Apalagi usia saya sudah seperti ini, punya banyak anak. Ya, harapannya sih tetap berjalan seperti biasa," jelasnya.
Dalam sehari, Edo menuturkan bahwa warung tempatnya bekerja bisa menghasilkan sekitar Rp 700 ribu di hari biasa. Namun, saat akhir pekan, ia bisa memperoleh lebih dari Rp 1 juta.
"Bisa sejuta, kalau sepi ya sekitar Rp 700 ribu. Kalau Sabtu-Minggu bisa lebih dari 1 juta. Kalau hari biasa ya segini saja. Saya setiap hari kerja, cuma bergantian shift siang dan pagi. Dulu pernah buka 24 jam, sekarang malamnya sepi. Tutup jam 10 malam, bukanya setelah subuh," tuturnya.
Kekhawatiran Jika Rest Area Ditutup
Sementara itu, Angga (32), seorang penjaga kios pengisian uang elektronik, mengatakan bahwa saat penyitaan, ia juga sedang tidak bertugas. Ia baru mengetahui kabar penyitaan saat berkumpul dengan pedagang lainnya.
"Kemarin juga lagi nongkrong, baru dengar kabarnya. Nggak, lagi beda shift pas penyitaan. Pas lagi kumpul, pada ngobrolin," jelas Angga.
Angga mengaku khawatir jika rest area tersebut nantinya akan ditutup. Sebab, ia adalah seorang pekerja yang bergantung pada rest area tersebut untuk mencari nafkah. Namun, ia merasa tidak bisa berbuat banyak.
"Kalau rest area tutup ya takut, namanya juga kerja. Kita sih ikut saja yang kerja. Kalau yang kena dampak sih kayaknya orang-orang pribumi (sekitar sini), kalau kita kan pendatang. Yang kerja di sini kebanyakan orang sini. Saya ikut saja bagaimana baiknya," sebutnya.
Di sisi lain, Mawar (40) (bukan nama asli), seorang penjaga warung makan, mengungkapkan bahwa penyitaan tersebut tidak memengaruhi pendapatannya. Ia merasa tidak ada perbedaan yang signifikan sebelum dan sesudah penyitaan.
Ia sendiri telah bekerja di warung makan tersebut selama lebih dari satu tahun. Sejalan dengan kedua pekerja sebelumnya, ia juga berharap agar rest area ini tidak sampai ditutup.
"Iya (berharap tidak ditutup), awalnya sih ada rasa was-was, tapi sekarang sudah nggak," ujarnya.
Mawar menambahkan bahwa warung tempatnya bekerja selalu dikunjungi pembeli setiap hari. Namun, biasanya lebih ramai saat akhir pekan.
"Ada setiap hari, cuma lebih ramai pas *weekend*. Kalau hari biasa ya begini saja. (Saat tanggal merah) Tergantung tanggal merahnya, kalau akhir bulan ya biasa saja. Kalau awal bulan (ramai)," bebernya.
Alasan Rest Area Masih Beroperasi
Sebelumnya, Kejagung telah menjelaskan alasan mengapa rest area tersebut masih beroperasi. Hal ini dikarenakan masih adanya kontrak sewa dari para pelaku usaha.
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, menyebutkan bahwa rest area tersebut dikelola oleh PT Karya Surya Ide Gemilang dan PT Graha Tunas Selaras. Kedua perusahaan ini memiliki keterkaitan dengan CV Venus Inti Perkasa (VIP), yang menjadi tersangka korporasi dalam kasus korupsi timah.
Harli menjelaskan bahwa CV VIP merupakan milik salah satu tersangka dalam kasus timah, yaitu Tamron alias Aon (TN). Namun, sejumlah kios yang ada di rest area tersebut tidak memiliki kaitan dengan Tamron.
"Bahwa ada beberapa usaha-usaha di sana, tetapi bukan dilakukan oleh yang bersangkutan. Jadi, yang bersangkutan itu hanya memiliki tanah, kemudian mungkin membangun beberapa kios-kios atau katakanlah sejenisnya dan ini disewakan," terang Harli di gedung Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Jumat (23/5).
Oleh karena itu, lanjut Harli, operasional rest area masih tetap berjalan hingga saat ini. Sebab, para penyewa tidak terkait dengan tindak pidana yang tengah ditangani oleh Kejagung.
"Oleh karenanya, proses (penyegelan) ini terus berlangsung. Karena kan tidak berkaitan usaha itu dengan tempat itu. Karena kan dia melakukan sewa-menyewa dengan pihak lain," jelas Harli.
Meskipun demikian, Harli menambahkan bahwa Kejagung akan memperhatikan tenggat waktu kontrak para pelaku usaha yang ada. Sementara itu, proses hukum ke depannya akan tetap berfokus pada upaya pemulihan keuangan negara.