JAKARTA, MasterV – Badan Legislasi (Baleg) DPR menyampaikan bahwa proses revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan revisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada akan dibahas secara terpisah, memastikan penanganan yang fokus dan mendalam.
Ketua Baleg, Bob Hasan, menegaskan bahwa revisi UU Pemilu tidak akan digabungkan dengan revisi UU Pilkada melalui pendekatan sistem *omnibus law*. Hal ini mengindikasikan strategi yang lebih terstruktur dalam perubahan undang-undang.
"Satu-satu. Belum ada keputusan *omnibus* politik," ungkap Bob Hasan saat diwawancarai di Gedung DPR RI, pada hari Selasa (10/6/2025), memberikan kejelasan mengenai arah pembahasan.
"Jadi, nantinya jika ketiga inisiatif ini sudah berjalan, kita akan membahasnya satu per satu," lanjutnya, mempertegas pendekatan bertahap yang akan diambil.
Dijelaskannya, revisi UU Pemilu merupakan respons terhadap putusan penting dari Mahkamah Konstitusi (MK), yang menuntut penyesuaian terhadap undang-undang yang ada.
Salah satu poin krusial adalah putusan MK yang telah menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden atau *presidential threshold* sebesar 20 persen yang sebelumnya tertuang dalam Pasal 222 UU Pemilu.
"RUU Pemilu kemungkinan besar akan menjadi prioritas. Tahun ini. Karena ini berkaitan dengan putusan MK terkait Pilpres. Harus ada waktu dua tahun setelah putusan MK ini," jelas Bob Hasan.
Kodifikasi
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya Sugiarto. Beliau menekankan bahwa revisi UU Pemilu dan revisi UU Pilkada tidak akan menggunakan mekanisme *omnibus law*.
Menurut Bima, hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 59 Tahun 2024 tentang Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), yang mengamanatkan kodifikasi UU Pemilu dan UU Pilkada.
"Sudah jelas, kita memilih sistem kodifikasi politik, bukan *omnibus law*. *Omnibus law* itu undang-undangnya tetap ada, dikumpulkan, diubah sedikit-sedikit, dan prosesnya cepat. Sedangkan amanat dari undang-undang adalah kodifikasi," terang Bima dalam sebuah diskusi di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat, pada hari Senin (19/5/2025).
Ia menambahkan, sistem kodifikasi yang diamanatkan oleh UU tersebut diperkirakan akan membuat proses revisi UU Pemilu memakan waktu yang lebih panjang.
Namun, di sisi lain, kodifikasi diharapkan dapat menghasilkan aturan yang lebih matang dan komprehensif untuk penyelenggaraan pemilu di masa mendatang.
"Jadi, tidak akan ada lagi perdebatan. Ini bukan *omnibus law*, melainkan kodifikasi politik. Mari kita sepakati bersama, kodifikasi politik ini akan fokus pada aspek-aspek apa saja," pungkas Bima.