RI Targetkan Finalisasi Perjanjian Dagang dengan Eropa Tahun Ini

Admin

22/06/2025

4
Min Read

On This Post

Kementerian Perdagangan menargetkan penyelesaian penuh Perjanjian Dagang Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (Indonesia-EU CEPA) dan Indonesia-Eurasian Economic Union Free Trade Area (I-EAEU FTA) pada tahun 2025.

Menteri Perdagangan, Budi Santoso, menerangkan bahwa perundingan Indonesia-EU CEPA pertama kali diluncurkan pada 18 Juli 2016. Setelah berlangsung selama sembilan tahun, putaran ke-19 telah sukses diselenggarakan pada tanggal 1 hingga 5 Juli 2024 di Bogor, Jawa Barat. Sementara itu, perundingan Indonesia-EAEU FTA dimulai pada 5 Desember 2022, dengan putaran ke-4 diadakan pada 18 hingga 20 Maret 2024 di Yerevan, Armenia.

“Kemajuan signifikan dalam perundingan Indonesia-EU CEPA dan Indonesia-EAEU FTA merupakan kabar menggembirakan bagi Indonesia, terutama di tengah ketidakpastian perdagangan global saat ini. Kami menargetkan agar kedua perjanjian ini dapat diselesaikan pada tahun ini. Kementerian Perdagangan, sebagai pihak yang memimpin negosiasi, akan memastikan penyelesaian perundingan ini sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh para pelaku usaha dan masyarakat luas,” ujar Budi dalam keterangannya pada hari Selasa (10/6/2025).

Budi menjelaskan bahwa perjanjian Indonesia-EU CEPA dan Indonesia-EAEU FTA akan memberikan keunggulan kompetitif bagi Indonesia dibandingkan negara-negara lain, serta membuka jalan bagi pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.

“Melalui Indonesia-EU CEPA dan Indonesia-EAEU FTA, akses pasar bagi produk-produk unggulan Indonesia ke wilayah Uni Eropa dan Uni Ekonomi Eurasia yang memiliki pasar besar akan semakin meningkat. Kedua perjanjian ini juga berpotensi mendiversifikasi pasar ekspor Indonesia dan menjadi alternatif bagi produk-produk yang terdampak oleh kebijakan tarif Amerika Serikat,” terang Budi lebih lanjut.

Budi merinci bahwa kedua perjanjian tersebut akan fokus pada produk manufaktur padat karya, pertanian, dan perikanan. Selain itu, kedua perjanjian ini juga akan menurunkan hambatan tarif dan non-tarif untuk sejumlah produk ekspor Indonesia, seperti kelapa sawit, hasil pertanian, tekstil, dan elektronik, sehingga produk-produk tersebut dapat lebih bersaing di pasar internasional.

Lebih lanjut, perjanjian dagang ini juga akan membuka akses pasar bagi produk unggulan Indonesia ke wilayah dengan populasi gabungan lebih dari 600 juta jiwa dengan daya beli yang relatif tinggi. Uni Eropa sendiri terdiri dari 27 negara dengan hampir 450 juta jiwa, sementara Uni Ekonomi Eurasia memiliki 5 negara anggota dengan populasi 183 juta jiwa.

“Keuntungan terbesarnya adalah peningkatan peluang bagi produk Indonesia untuk memasuki pasar Uni Eropa dan Uni Ekonomi Eurasia. Ini berarti, akses pasar terbuka ke lebih dari 600 juta orang, atau sekitar 8 persen dari total penduduk dunia,” tambahnya.

Kedua perjanjian ini bersifat komprehensif dan inklusif. Isu-isu yang dibahas mencakup investasi, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), serta keberlanjutan. Ia juga berharap bahwa investasi ke Indonesia di sektor industri dengan teknologi maju akan meningkat melalui kedua perjanjian tersebut.

Investasi tersebut diharapkan akan berkontribusi signifikan pada daya saing, perkembangan teknologi di industri domestik, hilirisasi, dan peningkatan nilai tambah produk ekspor Indonesia.

“Kedua perjanjian ini juga dapat mendukung ekspor UMKM Indonesia dalam program prioritas Kementerian Perdagangan RI, yaitu UMKM Berani Inovasi, Siap Adaptasi (BISA) Ekspor. Kemendag RI melalui perwakilan perdagangan di luar negeri akan memberikan asistensi langsung kepada UMKM untuk menembus pasar internasional,” imbuh Budi.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag, Djatmiko Bris Witjaksono, menyatakan bahwa kerja sama dengan Uni Eropa dan Uni Ekonomi Eurasia dirancang untuk saling mendukung dengan sejumlah elemen yang komplementer.

Sebagai contoh, salah satu aspek dari perjanjian dengan Uni Eropa adalah memastikan keseimbangan antara kebijakan perlindungan lingkungan dengan kegiatan perdagangan.

“Kami berharap kedua perjanjian ini dapat meningkatkan kesejahteraan, menciptakan lapangan kerja baru, mempromosikan pembangunan berkelanjutan, serta menarik investasi di berbagai sektor,” ujar Djatmiko.

Pada tahun 2024, total perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa mencapai US$ 30,1 miliar. Ekspor Indonesia ke Uni Eropa tercatat sebesar US$ 17,3 miliar, meningkat 4,01 persen dari tahun sebelumnya. Sementara itu, impor Indonesia dari Uni Eropa sebesar US$ 12,8 miliar, menurun 9,1 persen dari tahun sebelumnya. Indonesia mencatatkan surplus terhadap Uni Eropa sebesar US$ 4,5 miliar.

Pada tahun yang sama, perdagangan Indonesia dengan Uni Ekonomi Eurasia tercatat sebesar US$ 4,1 miliar. Ekspor Indonesia ke Uni Ekonomi Eurasia tercatat sebesar US$ 1,5 miliar, naik 36 persen dari tahun sebelumnya. Sedangkan impor Indonesia dari Uni Ekonomi Eurasia tercatat sebesar US$ 2,4 miliar, turun 4 persen dari tahun sebelumnya. Indonesia mengalami defisit terhadap Uni Ekonomi Eurasia sebesar US$ 1,1 miliar.

“Kami juga berharap bahwa peningkatan akses pasar ke Uni Ekonomi Eurasia dapat mengurangi defisit dan memberikan keuntungan bagi neraca perdagangan Indonesia. Semua pihak dapat berkontribusi pada peningkatan hubungan ekonomi Indonesia dengan Uni Eropa dan Uni Ekonomi Eurasia melalui ekspor dan investasi,” tutup Djatmiko.