Singapura, dengan wilayah yang hanya sedikit lebih luas dari Jakarta, telah lama menjadi pemasok utama impor Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertamina di Indonesia. Kondisi ini membuat Bahlil merasa heran dan tak habis pikir.
"Total impor BBM kita, 50 persennya berasal dari Singapura. Ini yang secara bertahap ingin kita alihkan ke negara lain," ujar Bahlil dalam acara Energi Mineral Forum 2025 di Kempinski Hotel Jakarta, yang juga disiarkan secara langsung, dikutip pada Sabtu (31/5/2025).
Sebagai informasi, kebutuhan BBM dalam negeri mencapai sekitar 1,5 juta hingga 1,6 juta barel per hari. Sementara produksi minyak hanya sekitar 800 ribu barel per hari, yang berarti hampir separuhnya dipenuhi melalui impor.
Bahlil mengungkapkan adanya indikasi bahwa sejumlah oknum importir menginginkan Indonesia terus bergantung pada impor BBM. Upaya yang mereka lakukan adalah dengan menjaga agar produksi minyak (lifting) tetap stagnan.
"Kalau bertanya kepada importir, tentu jawabannya jangan naik-naik (lifting), impor saja terus. Ironisnya, impornya dari Singapura, yang notabene tidak memiliki sumber minyak. Sungguh aneh negara kita ini," ungkap Bahlil.
"Kita mengimpor minyak, BBM, dari negara yang tidak memiliki minyak. Bukankah ini sebuah keanehan di dunia?" tegasnya.
Lebih lanjut, Bahlil menemukan fakta lain. Harga BBM dari kilang-kilang di Singapura yang dikirimkan ke Indonesia ternyata setara dengan harga BBM jika diimpor dari Timur Tengah. Padahal, jarak ke Singapura jauh lebih dekat dengan Indonesia.
Walaupun Singapura bukan produsen minyak mentah, kilang-kilang di sana dimiliki oleh perusahaan-perusahaan minyak multinasional. Oleh karena itu, menurut logika Bahlil, harga minyak dari kilang-kilang di Singapura seharusnya lebih kompetitif mengingat kedekatan geografisnya dengan Indonesia.
"Daripada demikian, saya lebih memilih untuk tidak mengimpor dari sana (Singapura). Lebih baik impor dari Timur Tengah. Timur Tengah mungkin akan menertawakan kita, tetapi itu lebih baik daripada ditertawakan oleh Singapura, yang bahkan tidak memiliki minyak," tutur Bahlil.
Bahlil juga menuding adanya oknum pejabat dan pengusaha yang mengambil keuntungan besar dari impor BBM Indonesia. Ia mengklaim memiliki bukti yang memperkuat dugaan bahwa impor BBM dari Singapura sebenarnya telah diatur secara sistematis (by design).
"Saya ingin menegaskan bahwa ini *by design*, ini *by design*. Menurut saya, hanya orang-orang yang tidak berpikir panjang yang mengatakan ini bukan *by design*. Saya sudah dapat membuktikannya, tetapi datanya hanya untuk konsumsi internal kami," kata Bahlil.
Pengalihan Impor BBM
Bahlil menyampaikan bahwa rencana pengalihan impor BBM Indonesia akan dilaksanakan secara bertahap, dimulai pada November 2025, dengan pengurangan 50–60 persen hingga akhirnya berhenti total.
Untuk mendukung inisiatif ini, Pertamina sedang membangun dermaga baru yang mampu menampung kapal berkapasitas besar untuk pengiriman BBM.
“Jadi, kita membangun fasilitas yang besar, agar sekali angkut tidak ada kendala. Oleh karena itu, pelabuhannya diperbesar, dan kedalamannya harus dijaga,” jelas Bahlil.
Selain Timur Tengah, Amerika Serikat juga akan menjadi mitra dalam penyediaan impor BBM Indonesia. Langkah ini juga merupakan upaya pemerintah Indonesia untuk mempererat hubungan dagang dengan Negeri Paman Sam.
“Kita telah memiliki perjanjian dengan Amerika. Salah satu poin yang kita tawarkan adalah, kita harus membeli beberapa produk dari mereka, termasuk BBM, *crude*, dan LPG,” katanya.