Investasi Terhambat: Ormas & Kebijakan Jadi Sorotan?

Admin

10/06/2025

3
Min Read

On This Post

JAKARTA, MasterV – Pemerintah Indonesia baru saja menorehkan babak baru dalam hubungan bilateral dengan Tiongkok. Bulan lalu, sebanyak 12 kerja sama berhasil disepakati setelah Presiden Prabowo Subianto menerima kunjungan resmi Perdana Menteri Tiongkok, Li Qiang.

Dengan adanya kesepakatan-kesepakatan ini, harapan besar tertumpu pada peningkatan signifikan investasi dari Tiongkok ke tanah air.

Kedatangan PM Li Qiang membawa harapan konkret dalam berbagai bidang. Salah satunya adalah implementasi investasi dengan nilai fantastis, mencapai 10 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 162 triliun.

WIKIMEDIA COMMONS/SECL Ilustrasi industri petrokimia.

Investasi ini tersebar di berbagai sektor strategis, mulai dari transportasi hingga hilirisasi mineral dan industri kimia. Proyek-proyek ini melibatkan sinergi antara perusahaan swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan mitra asing.

Namun, muncul pertanyaan krusial: seberapa mudah upaya menarik investasi ini akan terealisasi? Jawabannya, sayangnya, tidak sesederhana itu. Ada sejumlah tantangan yang perlu diatasi.

Pengamat pertambangan dan energi, Ferdy Hasiman, mengingatkan bahwa hambatan investasi yang ada di Indonesia masih menjadi batu sandungan. Gangguan dari organisasi masyarakat (ormas)/Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) serta ketidakjelasan aturan perizinan dapat menghambat realisasi investasi.

"Para investor menginginkan Indonesia sebagai negara yang ramah investasi, bukan justru dipenuhi dengan kegaduhan. Oleh karena itu, ego sektoral antar kementerian dan keberadaan ormas atau LSM yang menghambat harus dihilangkan demi tercapainya Asta Cita," tegas Ferdy dalam keterangannya, Senin (2/6/2025).

Pengalaman menunjukkan bahwa masalah gangguan ormas bukanlah isu baru. Beberapa perusahaan dan investor di Indonesia telah merasakan dampaknya.

Peneliti dari Alpha Research Database Indonesia ini mendesak pemerintah untuk lebih serius dalam menyelesaikan hambatan-hambatan investasi, terutama bagi investor asal Tiongkok.

GALIH PRADIPTA Presiden Prabowo Subianto (kanan) bersama Perdana Menteri China Li Qiang (kiri) bersiap meninggalkan ruang kredensial usai menyaksikan penandatanganan kerja sama antara Indonesia dengan China di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (25/5/2025). Pemerintah RI dan China memperkuat kemitraan strategis dengan melakukan 12 kesepakatan dimana empat poin kerja sama dilakukan oleh masing-masing pejabat tinggi kedua negara. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/tom.

"Pemerintah harus lebih tegas dalam menangani permasalahan yang dihadapi oleh para pelaku usaha asal Tiongkok, mengingat Tiongkok adalah salah satu negara sumber investasi terbesar di Indonesia," jelasnya lebih lanjut.

Data dari BKPM menunjukkan bahwa nilai investasi Liputanku Tiongkok di Indonesia mencapai 8,1 miliar dollar AS selama tahun 2024. Secara kumulatif, investasi Liputanku Tiongkok ke Indonesia sejak tahun 2019 telah mencapai 36,4 miliar dollar AS.

Dia menekankan bahwa permasalahan yang dihadapi investor harus segera diatasi. Jangan sampai investor merasa khawatir dan enggan menanamkan modalnya di Indonesia.

Selain itu, diperlukan aturan yang saling menguntungkan, baik bagi pemerintah maupun investor.

"Aturan yang dibuat harus adil dan menguntungkan bagi semua pihak, termasuk investor. Hindari regulasi dan birokrasi yang berbelit-belit, karena hal itu dapat membuat investor berpikir ulang untuk berinvestasi di Indonesia," pungkas Ferdy.