Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menyatakan bahwa Indonesia akan menghentikan impor jagung pada tahun 2026. Keyakinan ini ditegaskan langsung oleh Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Listyo Sigit Prabowo, yang memberikan jaminan terkait keputusan penting ini.
Pada tahun 2024, Indonesia masih tercatat mengimpor jagung dengan volume yang signifikan, mencapai hingga 500 ribu ton. Namun, menurut beliau, angka impor tersebut akan mengalami penurunan bertahap mulai tahun ini, seiring dengan peningkatan produksi jagung di dalam negeri.
Dengan optimisme tinggi, Prabowo meyakini bahwa pada tahun 2026, Indonesia tidak hanya akan berhenti mengimpor komoditas jagung, tetapi bahkan berpotensi untuk melakukan ekspor. Hal ini didasari oleh perkiraan bahwa stok jagung dalam negeri akan melampaui kebutuhan yang ada.
"Apakah kira-kira pada tahun 2026, kita sudah tidak melakukan impor lagi, Bapak Menteri? Bahkan bisa ekspor? Terima kasih. Saya telah menerima jaminan dari dua tokoh hebat Indonesia ini, Menteri Pertanian dan Kapolri, yang menjamin bahwa pada tahun 2026 Indonesia tidak akan lagi mengimpor jagung," kata Prabowo saat melakukan peninjauan panen raya jagung di Bengkayang, Kalimantan Barat, pada hari Kamis (5/6/2025).
Lebih lanjut, Prabowo menjelaskan bahwa produksi jagung di Indonesia menunjukkan tren peningkatan yang menggembirakan. Sebelumnya, rata-rata produksi jagung hanya mencapai 4 ton per hektare, namun kini telah meningkat menjadi 6-8 ton.
"Berdasarkan data produksi yang selama ini kita terima, 1 hektare lahan jagung hanya menghasilkan sekitar 4 ton. Namun, saudara-saudara telah membuktikan bahwa potensi sebenarnya adalah 6, 7, bahkan hingga 8 ton," urai Prabowo.
Pemimpin negara ini juga mengungkapkan bahwa peningkatan produksi jagung telah mencapai hampir 50% hanya dalam kuartal I saja. Dari yang semula hanya 6 juta ton pada tahun lalu, kini telah mencapai 9 juta ton.
"Laporan yang saya terima menunjukkan bahwa pada kuartal pertama, peningkatan produksi kita telah mencapai 48%, hampir 50%. Peningkatan yang signifikan ini, dari sekitar 6 juta ton pada kuartal pertama tahun lalu, sekarang sudah mendekati angka 9 juta ton," jelas Prabowo.