Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Bapak Airlangga Hartarto, menyampaikan bahwa perjanjian perdagangan antara Indonesia dan Uni Eropa, atau yang dikenal dengan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA), kini telah memasuki fase final dan hampir sepenuhnya tuntas.
Walaupun demikian, proses negosiasi perjanjian dagang antara Indonesia dan Uni Eropa ini memakan waktu yang cukup panjang, yaitu sekitar 9 tahun. Lantas, apa sebenarnya yang menyebabkan lamanya proses ini?
“Perundingan yang telah berlangsung selama 9 tahun dan melalui 19 putaran, belum termasuk perundingan intensif mingguan oleh ketua negosiator, kini siap untuk diumumkan,” ujar Bapak Airlangga dalam konferensi pers bertajuk ‘Perkembangan Negosiasi Indonesia-EU CEPA’ yang diselenggarakan secara daring dari Belgia pada hari Sabtu, 7 Juni 2025.
Bapak Airlangga menguraikan bahwa penyebab utama lamanya negosiasi perjanjian dagang ini adalah kompleksitas dan komprehensifnya materi yang dibahas.
Selain itu, diperlukan pula persetujuan dari seluruh 27 negara anggota Uni Eropa.
“Lamanya waktu yang dibutuhkan disebabkan oleh kompleksitas dan cakupan materi yang luas, serta perlunya mencapai kesepakatan dengan 27 negara di Eropa, yang tentu saja bukan perkara mudah. Namun, alhamdulillah, saat ini kita telah memasuki putaran akhir, yang berarti seluruh isu telah berhasil kita selesaikan,” jelas Bapak Airlangga.
Saat ini, Indonesia dan Uni Eropa hanya perlu menuntaskan keseluruhan materi CEPA.
Selanjutnya, masing-masing pihak akan melanjutkan ke tahap ratifikasi atau penyusunan aturan yang mendukung pemenuhan perjanjian dagang tersebut.
“Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kedua belah pihak telah bersepakat untuk segera menyelesaikan, baik dari segi materi keseluruhan CEPA, maupun proses legal drafting yang diharapkan dapat diselesaikan dalam waktu dekat. Proses selanjutnya adalah proses hukum, di mana ratifikasi memerlukan persetujuan dari 27 negara Eropa dan Indonesia sendiri,” paparnya.