Energi Terbarukan: Peluang RI Raih Untung Rp 29,35 Triliun

Admin

13/06/2025

3
Min Read

On This Post

Suji Kang, Direktur Program ACEC, mengungkapkan adanya potensi besar bagi Indonesia. Hal ini selaras dengan meningkatnya kebutuhan akan pasokan listrik dari energi terbarukan di wilayah Asia-Pasifik, yang berasal dari perusahaan-perusahaan global sebagai bagian dari upaya dekarbonisasi bisnis mereka.

Berdasarkan hasil studi ACEC berjudul Asia's Clean Energy Breakthrough: Unlocking Corporate Procurement for Sustainable Growth, pasokan listrik dari energi terbarukan di Asia Pasifik saat ini masih belum dapat memenuhi permintaan yang diajukan oleh perusahaan-perusahaan global.

Indonesia, dengan kekayaan sumber daya alamnya, memiliki potensi energi surya dan angin yang melimpah. Akan tetapi, fakta menunjukkan bahwa sekitar 81% pasokan listrik nasional masih bergantung pada energi fosil.

Di sisi lain, walaupun pemerintah telah menetapkan target penambahan energi terbarukan hingga 21 GW dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2021-2030, realisasi proyek konstruksi penambahan energi terbarukan di Indonesia masih tergolong minim.

Suji Kang berpendapat bahwa dengan meningkatkan bauran energi terbarukan menjadi 29% pada tahun 2030, Indonesia berpotensi mendapatkan manfaat ekonomi tambahan senilai US$ 1,8 miliar, menciptakan lapangan kerja baru bagi hampir 140 ribu orang, serta meningkatkan total upah pekerja hingga mencapai US$ 1,4 miliar. Lebih dari itu, Indonesia juga berkesempatan untuk mengurangi emisi karbon hingga sebesar 25 juta ton CO2.

"Saat ini, terjadi pergeseran signifikan dalam permintaan energi terbarukan oleh sektor swasta, dan Asia berada di pusat transisi ini. Peningkatan kebijakan energi terbarukan di negara-negara seperti Vietnam, Korea Selatan, Jepang, Indonesia, dan Singapura, berpotensi meningkatkan PDB regional sebesar US$26,86 miliar, membuka 435 ribu lapangan kerja baru, dan menaikkan total upah sebesar US$14,63 miliar," jelas Suji Kang dalam keterangan tertulisnya pada hari Rabu (4/6/2025).

Suji Kang menambahkan bahwa Indonesia menghadapi sejumlah tantangan dalam memanfaatkan nilai ekonomi dari energi terbarukan, yang berkaitan dengan arah kebijakan yang belum sepenuhnya mencerminkan tingginya permintaan listrik dari energi terbarukan oleh perusahaan, serta masih terbatasnya mekanisme pembelian listrik oleh perusahaan.

Oleh karena itu, ACEC merekomendasikan kepada pemerintah untuk secara eksplisit mencantumkan target energi terbarukan dalam kebijakan nasional dan komitmen iklim. Hal ini dapat dilakukan dengan mempercepat implementasi skema pemanfaatan bersama jaringan transmisi atau power wheeling, membuka opsi penerapan Corporate Purchase Power Agreement (CPPA), dan memperjelas kepemilikan sertifikat energi terbarukan (Renewable Energy Certificate/REC) antara PT PLN dan produsen listrik swasta (Independent Power Producer/IPP).

Reformasi regulasi yang mampu menciptakan kepastian hukum dan iklim investasi yang menarik juga menjadi hal yang sangat penting untuk menjamin keberlanjutan transisi energi nasional.

"Para anggota RE100 siap untuk berinvestasi dalam transisi energi di Asia. Namun, ambisi mereka harus didukung oleh para pembuat kebijakan agar peralihan ke energi terbarukan dapat berlangsung dengan cepat dan dalam skala yang kita butuhkan. Untuk meningkatkan daya saing, keamanan energi, dan manfaat iklim dari energi terbarukan, pemerintah perlu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pengadaan energi terbarukan oleh perusahaan," ungkap Kepala RE100 dan The Climate Group, Ollie Wilson. (rrd/rrd) energi terbarukan indonesia ekonomi hijau emisi karbon

.