3 Sebab Ritel Raksasa RI Bangkrut, Ini Kata Mendag!

Admin

15/06/2025

2
Min Read

On This Post

Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengemukakan tiga faktor utama yang menyebabkan banyak bisnis ritel modern di Indonesia mengalami kebangkrutan. Seperti yang kita ketahui, dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah ritel modern terpaksa menutup gerai mereka, baik secara permanen maupun karena proses pengambilalihan oleh perusahaan lain.

Alasan pertama, menurut Mendag, adalah bahwa banyak ritel modern saat ini yang hanya bergantung pada penjualan produk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Akibatnya, banyak dari mereka yang kesulitan untuk tetap bertahan di pasar.

"Saat berdiskusi dengan APPBI (Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia), terungkap bahwa jika sebuah ritel modern hanya fokus pada penjualan tanpa menawarkan pengalaman atau perjalanan yang menarik bagi konsumen, maka mereka akan kalah bersaing dengan UMKM," jelas Budi di Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Rabu (4/6/2025).

Faktor kedua adalah perubahan signifikan dalam pola belanja masyarakat. Dahulu, masyarakat cenderung berbelanja bulanan dalam jumlah besar. Namun, kini trennya telah bergeser ke belanja mingguan dengan volume yang lebih sedikit. Perubahan pola ini mendorong konsumen untuk berbelanja di ritel yang lokasinya paling dekat dengan mereka.

"Sekarang, masyarakat cenderung berbelanja untuk kebutuhan satu atau dua hari saja. Konsekuensinya? Mereka memilih ritel yang paling mudah dijangkau, ritel yang terdekat," ungkapnya lebih lanjut.

Ketiga, Budi menekankan bahwa pusat perbelanjaan atau department store juga berpotensi mengalami kebangkrutan jika tidak mampu menyediakan fasilitas hiburan yang memadai bagi konsumen. Menurutnya, para pelaku bisnis ritel dan pengelola mal harus jeli dalam membaca perubahan pola belanja dan aktivitas masyarakat agar dapat terus bertahan.

"Apabila tidak ada tempat untuk bersantap, bersantai, atau berkumpul, maka mal tersebut akan kekurangan pengunjung," imbuhnya.

Sebagai tambahan informasi, dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah ritel besar di Indonesia telah menutup operasional mereka. Contohnya, PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) mengakui telah menutup lebih dari 400 gerai Alfamart sepanjang tahun 2024. Meskipun demikian, Alfamart juga terus melakukan ekspansi dan menambah jumlah gerai yang dimilikinya.

Sementara itu, penutupan GS Supermarket disebabkan oleh proses pengambilalihan oleh perusahaan ritel lain. Ini berarti bahwa gerai-gerai supermarket tersebut akan tetap beroperasi, namun dengan merek ritel yang berbeda.