MasterV – Tingginya angka kebakaran rumah di Indonesia, terutama di Jakarta, yang disebabkan oleh korsleting listrik, menjadi bukti nyata bahwa kita menghadapi ancaman serius yang tidak boleh diabaikan.
Data dari BPBD DKI Jakarta menunjukkan fakta mencemaskan: hampir 70 persen kebakaran dalam dua tahun terakhir (2023-2024) diakibatkan oleh korsleting listrik. Hal ini memicu keprihatinan yang mendalam.
Menyikapi kondisi genting ini, Bapak Helvin Herman Tirtadjaya, selaku Ketua Komite Teknis SNI (KTIK), secara tegas menyatakan bahwa program 3 juta rumah yang sedang diinisiasi oleh Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) mutlak memerlukan alat proteksi kebakaran yang memadai.
Pernyataan ini bukanlah sekadar usulan tanpa dasar, melainkan sebuah desakan kuat yang didasarkan pada fakta lapangan dan standar keselamatan yang berlaku.
Sebagai seorang pakar yang kompeten di bidang kelistrikan, Bapak Helvin mengamati bahwa sebagian besar insiden kebakaran dan kasus kesetrum yang berhubungan dengan listrik terjadi akibat kelalaian dan ketidakpatuhan terhadap standar instalasi yang telah ditetapkan.
Menurut pandangan Bapak Helvin, permasalahan utama bukanlah pada ketiadaan aturan, melainkan terletak pada implementasinya yang kurang optimal.
Standar Nasional Indonesia (SNI) PUIL 2020 dan Peraturan Menteri ESDM No. 7 Tahun 2021 telah secara eksplisit mewajibkan penggunaan alat proteksi yang vital perannya.
Di antaranya adalah Miniature Circuit Breaker (MCB) yang berfungsi sebagai pelindung efektif dari beban berlebih dan arus pendek yang berbahaya.
Selain itu, terdapat ELCB/RCCB/GPAS 30mA (Earth Leakage Circuit Breaker/Residual Current Circuit Breaker/General Protection Against Shock), sebuah perangkat sensitif yang secara otomatis memutus aliran listrik ketika terdeteksi adanya kebocoran arus, sehingga secara efektif mencegah risiko kesetrum dan potensi terjadinya percikan api.
"Dengan mengimplementasikan penggunaan GPAS/RCCB/ELCB 30mA, maka dalam situasi di mana terjadi kasus kesetrum, suplai listrik akan secara otomatis dipadamkan. Dengan demikian, risiko kebakaran atau kesetrum dapat diminimalkan secara signifikan," ujar Bapak Helvin kepada MasterV.
Lebih lanjut, Permen ESDM No. 7 Tahun 2021 secara jelas mewajibkan pemenuhan SNI 0225:2020 (PUIL 2020) pada berbagai jenis bangunan, termasuk perumahan, bangunan residensial, bangunan komersial, hingga fasilitas publik yang digunakan oleh masyarakat luas.
Hal ini mengimplikasikan bahwa jutaan rumah di seluruh Indonesia, secara hukum dan berdasarkan pertimbangan teknis yang matang, wajib dilengkapi dengan sistem proteksi yang memadai.
Pemerintah, melalui Dirjen Ketenagalistrikan dan berbagai pemangku kepentingan terkait, termasuk APPI, telah aktif melakukan upaya edukasi kepada masyarakat.
Meskipun demikian, Bapak Helvin berpendapat bahwa diperlukan tindakan yang lebih tegas dan cepat untuk melindungi masyarakat dari berbagai bahaya yang ditimbulkan oleh listrik.