Merger GOTO-Grab dan Danantara: Rugikan Siapa?

Admin

20/06/2025

4
Min Read

Santer terdengar kabar bahwa Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) menunjukkan ketertarikan untuk berinvestasi saham minoritas di PT Goto Gojek-Tokopedia Tbk (GOTO) setelah adanya wacana penggabungan usaha dengan Grab, sebuah perusahaan yang berbasis di Malaysia.

Investasi ini konon bertujuan untuk meredam kekhawatiran pemerintah terkait potensi monopoli bisnis yang mungkin muncul akibat aksi merger antara kedua perusahaan penyedia jasa transportasi tersebut.

Namun, Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies, Nailul Huda, berpendapat bahwa investasi Danantara pada GOTO-Grab justru berpotensi memperburuk iklim persaingan usaha di sektor jasa transportasi digital. Menurutnya, kehadiran Danantara sebagai investor dapat membuka celah bagi intervensi pemerintah.

"Rencana merger GoTo-Grab saja sudah menimbulkan kekhawatiran terkait persaingan usaha, apalagi jika Danantara turut serta sebagai 'operator'. Keputusan lembaga negara dalam menentukan arah persaingan usaha akan sangat rentan terhadap intervensi negara, dalam hal ini Danantara. Sebagai regulator sekaligus pemegang saham minoritas yang berperan sebagai 'operator', tentu saja hal ini dapat menggerus persaingan usaha," jelas Huda kepada detikcom, Minggu (8/6/2025).

Dalam situasi seperti ini, Huda menjelaskan bahwa para kompetitor yang sudah ada maupun yang berencana memasuki ekosistem bisnis di Indonesia akan berpikir ulang, karena merasa seolah-olah berhadapan dengan pemerintah. Ia juga mempertanyakan dasar keterlibatan Danantara dalam konteks aturan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU).

"Saya juga ingin tahu apa yang menjadi pertimbangan Danantara untuk masuk ke GoTo setelah merger dengan Grab. Apakah ini merupakan strategi untuk menghindari potensi jeratan KPPU?" tanyanya.

Kerugian di Balik Merger GOTO-Grab

Head of Center of Digital Economy and SMEs at Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Izzudin Al-Farras, menyatakan bahwa investasi Liputanku di entitas gabungan GOTO-Grab tidak serta merta memberikan dampak positif bagi perekonomian negara. Sebaliknya, Danantara, sebagai representasi pemerintah, justru berpotensi menurunkan minat investasi.

"Seharusnya, kehadiran negara dalam kasus merger ini bukan dengan menginvestasikan dana publik melalui Danantara. Sebab, investasi dana publik yang terbatas pada perusahaan swasta seperti Goto-Grab tidak memberikan nilai tambah yang signifikan bagi perekonomian nasional," tegas Izzudin kepada detikcom.

Ia memaparkan bahwa merger GOTO-Grab setidaknya akan merugikan tiga pihak. Pertama, menurut Izzudin, konsumen akan dirugikan karena penggabungan kedua perusahaan ini akan meningkatkan pangsa pasar mereka, sehingga menciptakan kekuatan pasar yang sangat besar di industri ride-hailing.

"Implikasinya, konsumen akan memiliki daya tawar yang lemah terhadap penetapan harga dan pilihan transportasi online yang lebih terbatas dibandingkan sebelumnya. Akibatnya, harga transportasi online berpotensi semakin mahal," ungkapnya.

Kedua, para pengemudi ojek online (ojol) juga akan terkena dampaknya. Pasalnya, merger dua raksasa jasa transportasi digital ini diprediksi akan menekan pendapatan para pengemudi ojol akibat kenaikan biaya komisi aplikasi, karena pengemudi sebagai pekerja informal tidak memiliki posisi tawar yang kuat terhadap perusahaan.

"Para pengemudi transportasi online hanya memiliki sedikit pilihan untuk berpindah aplikasi demi meningkatkan pendapatan mereka, terlebih di tengah semakin berkurangnya lapangan pekerjaan di sektor formal," jelasnya.

Ketiga, Izzudin menyebutkan bahwa merger Grab-Goto berpotensi meningkatkan jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) di kedua perusahaan tersebut. Hal ini dimungkinkan karena merger memungkinkan adanya integrasi operasional perusahaan.

"Pada posisi-posisi pekerjaan yang serupa dan/atau tumpang tindih di kedua perusahaan, potensi terjadinya PHK menjadi sangat besar," ucapnya.

Sebagai kesimpulan, Izzudin berpendapat bahwa merger Goto-Grab hanya akan menguntungkan segelintir investor dan merugikan banyak pihak, seperti konsumen, pengemudi transportasi online, dan para pekerja. Menurutnya, negara seharusnya berupaya mencegah terjadinya merger ini.

Kabar Merger GOTO-Grab Semakin Menguat

Mengutip laporan Bloomberg, Liputanku dikabarkan tengah menjajaki peluang investasi seiring dengan menguatnya isu merger GOTO-Grab. Liputanku disebut sedang berada dalam tahap awal pembicaraan untuk mengakuisisi saham minoritas di entitas gabungan.

Sebelumnya, Reuters mengabarkan bahwa Grab menargetkan kesepakatan merger dapat dicapai pada kuartal II 2025, dengan valuasi GOTO mencapai US$ 7 miliar atau sekitar Rp 114 triliun.

Hingga berita ini diturunkan, detikcom belum menerima tanggapan resmi dari Liputanku dan GOTO. Sementara itu, Grab Indonesia menolak memberikan komentar terkait kabar tersebut. "Kami tidak memberikan komentar mengenai hal ini," ujar Manajemen Grab Indonesia kepada detikcom, Sabtu (7/6/2025).